KUALA LUMPUR (jatengtoday.com) – Para jurnalis media asing yang tergabung dalam Foreign Correspondents Club of Malaysia (FCCM) prihatin dengan penggerebekan polisi terhadap kantor Al Jazeera di Kuala Lumpur terkait video dokumenter “Locked Up in Malaysia’s Lockdown” episode seri 101 East, Selasa (4/8).
Polisi menyita komputer dan akan dikirim ke Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) untuk analisis lebih lanjut.
Dalam pernyataannya, Rabu (5/8/2020), FCCM berpandangan bahwa tindakan berlebihan tersebut mencerminkan erosi lebih lanjut dari kebebasan media yang terlihat di negara tersebut dalam beberapa bulan terakhir dan menunjukkan tren mengkhawatirkan dalam menggunakan taktik intimidasi untuk membungkam laporan berita yang tidak menguntungkan bagi pemerintah.
Klub bersikap bahwa pihak berwenang harus terlibat dengan organisasi media atas laporan berita yang mereka anggap kritis atau salah mengartikan fakta.
Al Jazeera dipanggil polisi terkait laporan video dokumenter “Locked Up in Malaysia’s Lockdown” tentang penanganan pekerja migran yang dinilai bermuatan hasutan.
Menurut Al Jazeera, mereka meminta komentar dari pemerintah Malaysia beberapa kali sebelum menyiarkan episode tentang perlakuan pihak berwenang terhadap pekerja migran tidak berdokumen.
Namun pemerintah hanya merespons setelah episode itu diterbitkan, pertama dalam konferensi pers yang hanya dapat diakses oleh “media resmi” dan kemudian melalui undang-undang.
Bukan Kejahatan
FCCM ingin menegaskan kembali bahwa jurnalisme bukan kejahatan dan personel media tidak boleh menghadapi penyelidikan atau tuntutan pidana karena melakukan tugas mereka.
FCCM mendesak pemerintah Malaysia untuk menjunjung tinggi komitmennya untuk melindungi dan memfasilitasi kebebasan pers, dan berdiri dalam solidaritas dengan rekan-rekan dari Al Jazeera.
Peristiwa ini hampir lima tahun yang lalu pada hari ketika FCCM bersama dengan organisasi media lainnya berbaris untuk kebebasan pers setelah tindakan keras selama 1MDB dan namun sedikit kemajuan telah dibuat sejak itu.
“Kami ingin mengingatkan semua pemangku kepentingan bagaimana skandal tertentu telah terjadi sejak itu, dan peran penting yang dimainkan media dalam mengungkapnya,” katanya.
FCCM masih tertarik dan ingin melibatkan pihak berwenang dalam dialog yang bermakna untuk menemukan cara terbaik ke depan dalam menciptakan lanskap yang kondusif bagi pers, pemerintah dan masyarakat untuk memproduksi dan menggunakan pelaporan berita.
Kebebasan Media
Sementara itu Gerakan Media Merdeka (Geramm) memandang penyerbuan polisi terhadap kantor Al Jazeera di Kuala Lumpur dan dua stasiun penyiaran lainnya sebagai tindakan serius karena ini merupakan langkah lain untuk menindak kebebasan media.
“Kami memahami bahwa Al Jazeera sedang diselidiki oleh otoritas lokal atas episode 101 Timur yang menyoroti dugaan penganiayaan pemerintah terhadap pekerja migran tidak berdokumen selama pandemi Covid-19,” katanya.
Geramm ingin menggaungkan seruan global bahwa jurnalisme bukanlah kejahatan dan jurnalis tidak boleh diserang dengan cara apapun hanya karena menjalankan tugas.
Pernyataan PDRM
Polis Diraja Malaysia (PDRM) dalam unggahan di Instagram, juga menyampaikan tindakan yang dilakukan terkait video dokumenter tersebut.
Selain kantor Al Jazeera, pada 4 Agustus PDRM juga menggeledah kantor Asian Satellite Television and Radio Operator (ASTRO) dan Unifi TV.
PDRM menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan berlandaskan undang-undang. “Tiada individu ataupun entiti yang akan terlepas daripada sebarang tindakan jika jelas mencabuli undang-undang yang berkuatkuasa di Malaysia,” demikian pernyataan PDRM. (ant)
editor : tri wuryono