SEMARANG (jatengtoday.com) – Meninggalnya sejumlah dokter di Jawa Tengah yang dikaitkan dengan Covid-19 terus bertambah. Belakangan ini sedikitnya ada empat dokter meninggal dengan dilakukan penanganan protokol Covid-19.
Terakhir, dr Sovian Endin yang bertugas di Purwodadi, meninggal pada Rabu 8 Juni 2020 pukul 16.10 WIB. Sebelumnya, di Jepara adalah dr Ane Rovian, dan dua dokter kakak beradik di Kota Semarang, yakni dr Sang Aji Widi Aneswara dan dr Elianna Widiastuti.
“Di Kota Semarang sendiri ada dua dokter meninggal, satu keluarga, kakak beradik yakni dr Elianna Widiastuti bertugas di Puskesmas Halmahera dan dr Sang Aji Widi Aneswara bertugas di Puskesmas Karanganyar Tugu Semarang,” terang Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Semarang, dr Elang Sumambar, Kamis (9/7/2020).
Riwayatnya, ayah dr Erlianna pada Minggu (28/6/2020) dinihari lalu meninggal, keesokan harinya dimakamkan dan dr Erlianna ikut dalam proses pemakaman tersebut. “Entah dapat serangan apa (sakit), terus dia dibawa ke RS Roemani Semarang. Ternyata tidak berapa lama di RS Roemani, dia meninggal (hari yang sama),” katanya.
Atas kejadian tersebut, lanjut Elang, kemudian dilakukan tracing pada tanggal 28 Juli 2020, hasilnya ada delapan orang dinyatakan positif. Salah satu di antaranya adalah dr Sang Aji Widi Aneswara. “Pada tanggal 1 Juni 2020, masuk rumah sakit dan tanggal 6 Juni 2020 meninggal. Bahkan istri dan anaknya juga positif semua,” kata Elang.
Dijelaskannya, dr Erlina termasuk kategori Orang Tanpa Gejala (OTG). Sebab, sebelumnya tidak ada gejala terkait indikasi terpapar Covid-19. “Tapi memang dr Erlina ada riwayat penyakit jantung. Sehingga OTG itu memperberat serangan jantungnya dan mengakibatkan meninggal. Biasanya itu komorbid (penyakit penyerta). Kalau untuk memastikan terkait Coronanya kan harus melalui hasil swab kan. Nah, bicara swab ini tidak bisa sehari dua hari. Ketika meninggal memang belum ada hasil swabnya,” ungkapnya.
Sedangkan dr Sang Aji pernah bertugas di Rumah Dinas Wali Kota Semarang untuk menangani pasien Covid-19. Namun untuk penyebaran Covid-19 ini, menurut Elang sangat sulit dideteksi. “Kita ini tidak ngerti siapa lawan kita, setiap orang yang datang ke puskesmas apakah membawa Corona atau tidak kan tidak tahu,” katanya.
Apakah penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat ini telah berfungsi maksimal? “Begini, saya selalu menekankan, kalau bicara APD maksimal atau tidak, kita harus tahu lawan kita. Nah, kita tidak pernah tahu lawan kita di mana. Apakah ke mana-mana harus menggunakan APD yang serumit itu? Padahal penggunaan APD itu ada aturan pakainya,” katanya.
Kondisi yang terjadi, lanjut dia, ketika ada warga yang dibawa ke puskesmas atau rumah sakit karena penyakit lain, tidak diketahui apakah dia OTG. “Kalau dia OTG ini ya sangat berbahaya. Dia datang bukan merasa corona dan kami tidak pernah tahu. Gejalanya berubah terus, susah untuk mendeteksinya,” katanya.
Terkait rapid test, Elang menjelaskan, bahwa rapid test belum tentu positif corona. “Dinyatakan reaktif itu kan dari hasil swab test. Sedangkan swab sendiri perlu waktu beberapa hari,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto