SEMARANG (jatengtoday.com) – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang memutuskan gugatan Muhammad Baihaqi melawan Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Tengah tidak diterima atau NO. Sidang dilangsungkan secara daring, Rabu (24/2/2021).
Ketua Majelis Hakim PTUN Semarang, Roni Erry Saputra menilai, gugatan tersebut kadaluarsa. Yakni melebihi ketentuan waktu pengajuan selama 21 hari sebagaimana diatur UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Kuasa hukum Baihaqi dari LBH Semarang, Syamsuddin Arief mengaku tidak puas dengan putusan tersebut. “Kami akan mengajukan banding dan uji materi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2014,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Selain itu, pihaknya juga akan menempuh upaya non litigasi dengan melayangkan pengaduan kepada Komite CRPD dan Spesial Reportur PBB.
Syamsuddin menganggap Majelis Hakim terlalu bersikap fomalistis. Terbukti karena ia sama sekali tidak menyentuh substansi diskriminasi yang dialami Baihaqi selaku penyandang difabel.
Dia menjelaskan, ‘gugatan ditolak’ dengan ‘gugatan tidak diterima’ memiliki perbedaan. Pihaknya kecewa karena putusan ini membuat banyak fakta-fakta di persidangan terabaikan.
“Putusan NO ini tentu jadi preseden buruk terhadap penyandang disabilitas apabila nanti ada yang mengalami diskriminasi seperti Baihaqi,” kritiknya.
Baihaqi merupakan seorang tunanetra yang salah satu matanya masih bisa berfungsi seperti biasa. Dia adalah sarjana Pendidikan Matematika dari Universitas Negeri Yogyakarta.
Pada 2019 lalu, ia mendaftar sebagai guru matematika di SMAN 1 Randublatung melalui seleksi CPNS atau CASN. Baihaqi berhasil meraih nilai tertinggi pada Seleksi Kompetensi Dasar CPNS Formasi Khusus Difabel.
Namun, Pj Sekda Jateng selaku Ketua Tim Pengadaan CPNS menganggap Baihaqi tidak memenuhi syarat, di mana formasi khusus penyandang disabilitas yang ia lamar hanya boleh diisi oleh difabel tunadaksa. (*)
editor: ricky fitriyanto