SEMARANG (jatengtoday.com) – Seorang pejabat Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, Mahendra Hakim dicopot dari jabatannya dari bagian Pencegahan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Ia dibebastugaskan lantaran menulis status WhatsApp (WA) yang dinilai memicu kegaduhan dan melecehkan aspirasi para buruh di Kota Semarang.
Pencopotan tersebut dilakukan setelah gabungan serikat buruh di Kota Semarang menggeruduk Kepala Disnaker Kota Semarang untuk menuntut salah satu oknum pejabat dipecat.
Dalam status WA yang memicu konflik itu, Mahendra mengunggah foto latar belakang Surat Pemberitahuan Aksi Buruh terkait penolakan omnibus law, libur buruh di tengah pandemi global, serta pembayaran THR dan gaji secara utuh sesuai aturan, kemudian diberikan narasi bertulis sebagai berikut:
“Di saat seluruh dunia usaha nasional berjibaku cari jalan selamatkan arus kas perusahaan yang sebisa mungkin mempertahankan karyawan, entah apa yang dilakukan si abang ini: minta libur tapi gaji dan thr dibayar, nggak mau kena phk, tapi juga ga mau iklim investasi diperbaiki. Ini mirip Aga ga mau belajar tapi minta jam game-nya tetap ada: pasti kena ‘ceples’! – Arief Adi Wibowo.” tulisnya.
Para buruh menganggap hal itu melecehkan aspirasi mereka.
“Kami datang ke sini (Kantor Disnaker Kota Semarang) untuk menuntut pertanggungjawaban atas pernyataan salah satu Mediator Disnaker Kota Semarang, Mahendra Hakim, yang telah melecehkan aspirasi buruh melalui status WhatsAppnya,” ungkap Ketua Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo) Jawa Tengah, Deny Andrianto, Senin (20/4/2020).
Dikatakannya, ini bukan hanya menjadi persoalan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), tapi menjadi persoalan bagi keseluruhan buruh di Kota Semarang. “Maka kami perwakilan dari berbagai serikat pekerja datang menuntut pertanggungjawaban atas pernyataan itu,” ujarnya.
Senada, Ketua Federasi Serikat Pekerja Independen (FSPI) Waluyo, mengatakan bahwa Mahendra merupakan pejabat negara. Sehingga sangat tidak layak mengatakan seperti itu.
“Dipecat adalah hukuman yang pantas. Apa jadinya negara ini apabila pejabatnya tidak punya empati, malah membikin masalah yang menyangkut harga diri,” katanya.
Ketua FSPMI Jawa Tengah Aulia Hakim, menjelaskan kronologi masalah tersebut yakni bermula pada 16 April 2020, Mahendra menulis status pada akun WhatsApp pribadinya. Ia mengomentari instruksi aksi besar buruh menolak Omnibus Law pada 30 April 2020 dengan kata-kata yang tidak pantas.
“Bahwa aksi tersebut dikatakan sebagai gerakan yang tidak peduli terhadap investasi dan menggambarkannya tidak pantas. Padahal Omnibus Law lebih berbahaya dari Covid-19,” ungkapnya.
Menurut dia, ungkapan pejabat Dinasker Kota Semarang tersebut menunjukkan bahwa mental oknum pejabat negara tersebut sangat buruk.
Menanggapi aspirasi tersebut, Kepala Disnaker Kota Semarang, Sutrisno, langsung mengambil keputusan dan sikap tegas dengan membebastugaskan Mahendra Hakim dari jabatannya. Hakim dipindahtugaskan sebagai operator di Balai Latihan Kerja (BLK) yang terletak di Kecamatan Mijen Kota Semarang. Surat resmi ditandatanganinya saat itu juga.
“Terhadap tindakan yang dilakukan saudara Mahendra telah meminta maaf baik secara tertulis maupun lisan di hadapan perwakilan FSPMI Kota Semarang. Perlu kami sampaikan bahwa mulai hari ini, Senin 20 April 2020, Mahendra Hakim, ditempatkan di luar Bidang Hubungan Industrial,” ungkapnya secara resmi dan tertulis.
Tidak hanya secara lisan dan tertulis, Mahendra juga telah meminta maaf melalui video. “Saya mengatasnamakan pribadi, memohon maaf sebesar-besarnya atas status WhatApp, jika itu dianggap meresahkan teman-teman FSPMI secara pribadi dan organisasi. Saya mohon maaf sebesar-besarnya. Ini menjadi pelajaran juga bagi saya untuk ke depannya agar lebih hati-hati,” ujarnya melalui video. (*)
editor: ricky fitriyanto