SEMARANG – Pilkada Jateng yang damai dan adem ayem mulai digoyang dengan isu SARA. Serangan ditujukan kepada Calon Gubernur Ganjar Pranowo yang dituduh tidak pro Islam karena membacakan puisi KH Mustofa Bisri (Gus Mus).
Puisi dimaksud berjudul “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana”. Puisi ini dibuat Gus Mus sudah sangat lama, yakni pada 1987. Ganjar membacakan puisi tersebut saat acara ‘Rosi: Kandidat Bicara’ yang ditayangkan di salah satu stasiun TV awal Maret lalu.
Ketua DPW PPP Jateng Masrukhan Syamsurie menilai, mencuatnya puisi Gus Mus adalah pola serangan yang hanya ingin mangganggu ketenangan dan ketenteraman di Jateng. Isu Ganjar tidak pro Islam terkesan mengada-ada karena seperti sengaja ditarik-tarik dalam sentimen puisi Sukmawati.
“Ada upaya untuk menarik-narik sentimen puisinya Sukmawati dengan pembacaan puisi karya Gus Mus yang dibaca oleh Ganjar Pranowo,” katanya, di Semarang (7/4)
Masrukhan yang di kala mahasiswa pernah jadi penyair kampus itu menyesalkan adanya wacana antiIslam yang dikembangkan pihak-pihak tak bertanggung jawab. Dijelaskannya, puisi Gus Mus digubah pada masa 1980-an. Masa dimana rezim orde baru masih berkuasa.
“Saya tahu persis puisi itu menunjukkan sikap protes yang sangat khas terhadap kondisi politik rezim yg represif,” katanya.
Menurut Masrukhan, isu ini merupakan gejala yang tidak sehat dan harus dihentikan. Karena bisa menciderai keberlangsungan kompetisi antara Ganjar-Yasin dan Sudirman-Ida.
“Ini Jawa Tengah Mas dan bukannya DKI yang pilkadanya diwarnai sentimen SARA, dan Ganjar bukannya Sukmawati dan puisi yang dibacakannya karya ulama besar yg sangat berpengaruh, Gus Mus,” tegasnya.
Masrukhan meminta semua pihak menghentikan cara-cara black campaign, apalagi menjurus SARA yang dapat memecah belah Jateng. Termasuk kepada barisan pendukung dan relawan Ganjar-Yasin juga diminta tidak reaktif dalam menyikapi isu-isu negatif yang merugikan.
“Kami yang merupakan bagian dalam upaya pemenangan Ganjar-Yasin menginginkan kemenangan secara elegan dan kalau kalah juga akan secara terhormat,” tegasnya.
Sebagai informasi, sebelum dibaca Ganjar, puisi yang dipersoalkan tersebut pernah dibaca sejumlah tokoh, termasuk Gus Mus sendiri. (ajie mh)
Editor : Ismu Puruhito