SEMARANG (jatengtoday.com) – Wacana pemungutan suara pada Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional tertutup dinilai merupakan wujud kemunduran demokrasi dan bentuk nyata pembodohan rakyat. Dengan sistem ini dimungkinkan ada partai politik yang akan sangat diuntungkan demi merebut kemenangan.
Pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim As’ari terkait kemungkinan diberlakukannya sistem proporsional daftar calon tertutup pada Pemilu 2024 memicu kontroversi.
Dalam sistem proporsional tertutup, masyarakat akan mencoblos partai, bukan calon anggota legislatif (caleg) seperti yang berlaku saat ini.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Semarang, Wahyoe “Liluk” Winarto dengan tegas menolak pemberlakuan sistem Pemilu dengan proporsional tertutup. Hal itu dinilai kontraproduktif dinamika demokrasi yang makin terbuka.
“Jika sistem proporsional tertutup kembali diterapkan, ini menjadi langkah mundur bagi perkembangan demokrasi yang sudah semakin terbuka,” kata Liluk di Semarang, Sabtu (31/12/2022).
Menurutnya, dengan sistem proporsional tertutup juga bertolak belakang dengan Visi dan Misi Partai Demokrat, di mana praktik demokrasi harus dijalankan secara terbuka dan transparan dengan menempatkan rakyat sebagai aktor utamanya.
Selain itu, lanjutnya, sistem proporsional tertutup memungkinkan ada partai politik yang akan sangat diuntungkan demi merebut kemenangan.
Padahal, Liluk menambahkan, sesuatu cita-cita reformasi mengamanatkan sistem demokrasi secara terbuka dengan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
“Pemilu dengan sistem proporsional tertutup juga tidak akan melahirkan pemimpin-pemimpin terbaik seperti yang dikehendaki rakyat. Karena itu kami dengan tegas menolak,” tandasnya.
Seperti diketahui, sistem proporsional tertutup pernah diterapkan pada Pemilu 1955. Sistem tersebut juga diterapkan saat pemilu di era Orde Baru hingga tahun 1999. Setelah itu, pada Pemilu 2004, Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka, di mana masyarakat memilih langsung calon anggota legislatif dengan mencoblosnya di surat suara.
Dalam sistem proporsional daftar calon tertutup hanya menyediakan logo dan nomor urut partai di surat suara. Parpol memiliki kewenangan untuk menentukan caleg yang akan duduk di parlemen apabila sudah mendapat jatah kursi.
Sistem ini dinilai kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang akan duduk di legislatif, sebab pilihan parpol belum tentu senada dengan pilihan pemilih.
Sementara, dalam sistem proporsional daftar calon terbuka memberikan opsi bagi masyarakat pemilih untuk mencoblos partai ataupun nama caleg. Dalam surat suara, tercantum logo partai, nomor urut partai, dan daftar nama caleg. (*)