LEBAK (jatengtoday.com) – Bencana banjir bandang yang melanda Kabupaten Lebak, Banten merenggut delapan korban jiwa. Banjir yang terjadi pada Rabu (1/1) tersebut juga mengakibatkan 1.000 rumah rusak berat.
“Selain delapan orang meninggal, juga enam warga tertimbun dan satu hanyut belum ditemukan,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, saat meninjau lokasi pengungsian korban bencana banjir bandang di Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong, Sabtu (4/1/2020).
Penanggulangan bencana banjir di Kabupaten Lebak tetap terintegrasi dengan Pemerintah Kabupaten Lebak, Pemerintah Provinsi Banten, dan Pemerintah Pusat. Selama ini, penanggulangannya begitu cepat dan relatif baik, terutama penanganan evakuasi maupun pengungsian warga yang terdampak bencana alam tersebut.
Menurut Doni, penyebab bencana tersebut karena di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terdapat pertambangan emas. Saat hujan deras sepanjang Selasa (31/12/2019) sore hingga Rabu (1/1/2020) pagi, keluar material bebatuan dan lumpur ke aliran Sungai Ciberang, sehingga menerjang permukiman warga yang lokasinya sekitar bantaran sungai, juga di bawah perbukitan.
“Saya kira bencana ini sangat masif dan baru terjadi sejak puluhan tahun,” ujar mantan perwira tinggi AD itu.
Ia mengatakan, dampak bencana alam tersebut diperkirakan sekitar 1.000 rumah rusak berat tersebar di Kecamatan Lebak Gedong, Cipanas, Curugbitung, Cimarga, Maja, dan Sajira. Dalam waktu dekat ini, BNPB dan pemerintah daerah segera melakukan pendataan rumah-rumah yang rusak berat dan rusak ringan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memberikan bantuan pembangunan rumah secara stimulan dengan kategori rusak berat sebesar Rp 50 juta, rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak ringan Rp10 juta.
Menyinggung penanganan hunian warga korban bencana, kata dia, BNPB tidak memberikan bantuan untuk pembangunan hunian sementara. Namun, BNPB memberikan dana stimulan untuk mencari sewa rumah dengan harga Rp500 ribu/bulan.
“Para warga korban banjir itu bisa menyewa rumah sambil menunggu rumah yang rusak bisa dihuni selama enam bulan,” tandasnya. (ant)
editor : tri wuryono