Jateng Today – Boyolali, 21 Agustus 2024 – Kekhawatiran mengenai dugaan ketidakjelasan pengelolaan dana parkir di Pasar Karanggede Boyolali semakin mencuat, memicu tuntutan transparansi dari para tukang parkir yang merasa tidak ada kejelasan dalam penyetoran dana.
Setoran Parkir Dikumpulkan oleh Pihak Perorangan, Bukan Langsung oleh Dishub
Pasar Karanggede, sebuah pusat ekonomi lokal yang vital, menyaksikan ribuan kendaraan masuk dan keluar setiap harinya. Dengan lebih dari 50 titik parkir yang tersebar luas, setiap titik memiliki sistem shift kerja yang mengatur waktu operasional tukang parkir. Namun, di balik kesibukan ini, terdapat masalah serius mengenai pengelolaan setoran parkir yang tidak transparan. Age, inisial seorang tukang parkir di Pasar Karanggede, menjelaskan bahwa setoran parkir ditargetkan per orang dan dikumpulkan oleh Sugiyarto, yang bukan pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Boyolali. “Setoran ini bukan dari Dishub, melainkan dari perorangan. Sugiyarto itu bukan orang Dishub, tapi setoran parkir per orang ke Sugiyarto,” ungkap Age. Setelah itu, uang tersebut diserahkan kepada Heri Pilihanto, yang sebelumnya menjabat sebagai pegawai Dishub Boyolali, kemudian menjadi Camat Kemusu Kabupaten Boyolali pada tahun 2022, dan kini menjabat sebagai Sekretaris Satpol PP Boyolali. **Hingga saat ini, proses setoran dari Sugiyarto ke Heri Pilihanto masih berlangsung tanpa adanya kejelasan atau transparansi yang memadai.** Tidak adanya bukti tertulis atau tanda terima dalam proses ini menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpercayaan di kalangan tukang parkir.
Tidak Ada Bukti Tertulis atau Tanda Terima dalam Proses Setoran
Setoran parkir di Pasar Karanggede tidak langsung diserahkan kepada Dishub Boyolali. Sebaliknya, uang tersebut dikumpulkan oleh Sugiyarto dan kemudian diserahkan kepada Heri Pilihanto. “Sugiyarto bukan pegawai Dishub, tapi dia yang mengumpulkan setoran parkir dari tukang parkir,” kata Age. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana parkir. Proses pengumpulan setoran parkir di Pasar Karanggede tidak disertai bukti tertulis atau tanda terima, menambah ketidakjelasan mengenai aliran dana tersebut. “Setiap shift ada tarikan yang disetorkan ke Dishub melalui perorangan: dari tukang parkir ke petugas Sugiyarto, lalu ke Heri Pilihanto. Serah terima setoran tidak ada bukti coret-coretan atau tanda terima,” jelas Age.
Lahan Parkir yang Luas Menambah Kompleksitas Masalah
Lahan parkir yang luas di Pasar Karanggede menambah kompleksitas masalah ini. Setiap titik parkir memiliki setoran yang berbeda-beda per shift. Di depan Toko Al-Fatah, misalnya, shift pagi menyetor Rp15 ribu, shift jam 8 pagi sampai jam 2 siang menyetor Rp25 ribu, shift sore menyetor Rp25 ribu, dan shift malam menyetor Rp15 ribu. Totalnya, satu titik parkir bisa menyetor Rp80 ribu per hari atau sekitar Rp2,4 juta per bulan. Jika diasumsikan ada 50 titik parkir besar seperti Toko Al-Fatah, total setoran mencapai Rp120 juta per bulan. Jumlah ini sangat besar untuk ukuran sebuah pasar tradisional dan menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan dana ini dilakukan dengan transparan.
Lahan Parkir Sering Menggunakan Bahu Jalan dan Trotoar, Melanggar Undang-Undang
Selain masalah setoran, lahan parkir di Pasar Karanggede sering kali menggunakan bahu jalan dan menyewakan trotoar, yang merupakan pelanggaran undang-undang. “Lahan parkir banyak yang menggunakan bahu jalan dan menyewakan trotoar. Ini sudah melanggar undang-undang,” kata Age. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 275 ayat 1 menyebutkan, “Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Tukang Parkir Menuntut Transparansi dan Kejelasan Pengelolaan Setoran Parkir
Para tukang parkir di Pasar Karanggede merasa berada dalam dilema antara mencari nafkah dan melakukan pelanggaran hukum. Mereka menuntut transparansi dan kejelasan dalam pengelolaan setoran parkir. “Setoran selama ini lebih baik diberikan ke warga, kan semua lebih merasakan,” ungkap Age. Mereka berharap ada sistem yang lebih transparan dan adil dalam pengelolaan parkir di Pasar Karanggede, sehingga uang yang mereka setorkan dapat digunakan dengan benar dan bermanfaat bagi masyarakat.
Selain itu, ada juga uang tambahan yang disebut “uang umplung” sebesar Rp10 ribu yang harus disetorkan setiap Sabtu dan Minggu. “Fungsinya apa, tidak jelas. Daripada diberikan ke orang-orang yang nggak bener, mendingan dikembalikan ke warga saja,” tambah Age.
**Usulan untuk Mengembalikan Sebagian Besar Dana Setoran kepada Warga Sekitar**
Para tukang parkir mengusulkan agar sebagian besar dana setoran parkir dikembalikan kepada warga sekitar yang lebih membutuhkan. “Setoran selama itu mbok diberikan ke warga, kan semua lebih merasakan,” kata Age. Mereka berharap ada kejelasan dan transparansi dalam pengelolaan uang setoran parkir. Dengan demikian, mereka berharap ada perbaikan dalam sistem pengelolaan parkir yang lebih adil dan transparan.
Peran Heri Pilihanto: Figur yang Terlupakan
Heri Pilihanto, pegawai Dishub Boyolali yang pernah menjabat sebagai Camat Kemusu pada tahun 2022, kini menjabat sebagai Sekretaris Satpol PP Boyolali. Ia memainkan peran kunci dalam pengelolaan setoran parkir di Pasar Karanggede. Namun, perannya sering kali terlupakan dan tidak mendapat perhatian yang cukup. “Heri Pilihanto yang menerima setoran dari Sugiyarto, tapi tidak ada kejelasan bagaimana uang itu dikelola,” kata Age. Meskipun mengetahui pelanggaran yang terjadi, Heri Pilihanto tampaknya lolos dari tanggung jawab. **Proses setoran yang masih berjalan dari Sugiyarto ke Heri Pilihanto tanpa adanya pengawasan yang memadai semakin memperburuk situasi.**
Seorang tukang parkir di Warung Padang depan Terminal Karanggede Boyolali juga menyampaikan keluhan serupa. “Setoran parkir di sini juga dilakukan per shift dan diserahkan kepada petugas yang ditunjuk oleh Sugiyarto. Dalam sehari, kalau pas ramai, parkiran per titik bisa mendapatkan Rp200 ribu. Setor ke Dishub Boyolali, ada petugas yang mengambil setoran, orangnya Pak Sugiyarto, karena Pak Sugiyarto kena stroke,” katanya.
Larangan Pungli dalam Undang-Undang
Praktik pengumpulan setoran tanpa bukti tertulis dan transparansi ini bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli). Berdasarkan Pasal 12E Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” (https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45368/uu-no-20-tahun-2001)
Konteks Pelanggaran dan Kerasnya Dunia Parkiran
Kejadian ini bukan hal baru dan telah berlangsung cukup lama. Dunia parkiran di Pasar Karanggede memang keras, dengan persaingan ketat dan tekanan ekonomi yang tinggi. Para tukang parkir sering kali berada dalam posisi yang serba salah. Mereka harus memenuhi target setoran yang cukup tinggi sementara pendapatan dari parkir tidak selalu stabil. “Pemasukan per hari, per kotak, hitungan kasarnya begini. Ada lebih dari 50 titik parkir. Pakai sistem shift (gantian, ada jam kerja). Di depan Toko ‘Al-Fatah’, misalnya, ada 4 shift. Setiap shift memberikan setoran. Shift pagi untuk pasar pagi, setorannya 15 ribu. Shift jam 8 pagi sampai jam 2 siang, setor 25 ribu. Jam 2 siang sampai jam 6 sore, setor 25 ribu. Jam 6 sore sampai jam 9 malam, setor 15 ribu. Jadi untuk parkiran Toko ‘Al-Fatah’ saja, sehari setor 80 ribu, setiap hari,” jelas Age.
Jumlah setoran yang harus dipenuhi setiap bulan sangat besar, mencapai ratusan juta rupiah jika digabungkan dari semua titik parkir. “Kalau ada 50 titik parkir besar seperti Toko ‘Al-Fatah’, berarti per bulan ada setoran 120 juta ke Dishub. Belum parkiran yang kecil-kecil,” tambah Age. Dengan besarnya dana yang terkumpul, sangat penting untuk memastikan bahwa pengelolaannya dilakukan dengan transparan dan akuntabel.
Permintaan Transparansi Pelelangan Lahan Parkir dan Standar Nominal Setoran
Menurut Nomo, yang dulu menjadi koordinator Kompak, mempertanyakan transparansi pelelangan lahan parkir dan standar nominal yang disetorkan ke Dishub. “Menurut peraturan, Dishub boleh melelangkan jalan raya, Dishub mengadakan lelang tahunan. Perlu ada kejelasan tentang transparansi lelang lahan parkir di Kabupaten Boyolali, termasuk yang di Pasar Karanggede Boyolali, sehingga ada kejelasan posisi Heri Pilihanto, yang sudah tidak menjadi pegawai Dishub, sebagai penerima setoran itu sebagai apa? Selain itu, perlu ada penetapan standar nominal setoran itu berapa rupiah,” tutur Nomo meminta kejelasan.
Sampai saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Dishub Boyolali mengenai masalah ini. Para tukang parkir berharap ada tindakan cepat dan tegas dari pihak berwenang untuk menyelesaikan isu ini demi kebaikan bersama. Mereka juga berharap agar ada sistem yang lebih transparan dan adil dalam pengelolaan parkir di Pasar Karanggede, sehingga uang yang mereka setorkan dapat digunakan dengan benar dan bermanfaat bagi masyarakat. [dns]