SEMARANG (jatengtoday.com) – Berbagai kasus yang beredar heboh belakangan ini memicu penyebaran berita hoaks. Terakhir adalah peristiwa pengeboman di tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5) pagi. Begitupun sebelumnya tentang meletusnya Gunung Merapi pada Jumat (11/5), dan insiden bentrok di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.
Peristiwa heboh tersebut rentan diikuti penyebaran informasi yang tidak sesuai dengan fakta. Sebab penyebarannya begitu masif melalui media sosial yang tanpa proses klarifikasi. Beredar foto-foto kejadian yang tidak jelas asal usulnya.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengimbau lembaga penyiaran, baik televisi, cetak maupun online, menaati Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI 2012.
Pasal 23 SPS KPI menyebutkan larangan munculnya adegan kekerasan, termasuk menampilkan manusia atau potongan tubuh yang berdarah-darah, terpotong-potong dan atau kondisi yang mengenaskan akibat dari peristiwa kekerasan.
“Kami mengimbau lembaga penyiaran, mengutip informasi dari narasumber yang terpercaya dan institusi yang berwenang,” kata Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Minggu (13/5).
Lembaga penyiaran memiliki kewajiban menyiarkan berita yang akurat di tengah masyarakat, dengan tetap mengedepankan prinsip jurnalistik dan regulasi penyiaran yang ada. “Jangan sampai masyarakat menerima teror berulang, karena munculnya informasi dan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” katanya.
KPI mengingatkan pula, bahwa televisi dan radio harus menjadi perekat sosial antar masyarakat, untuk menjaga situasi lebih kondusif.
Sementara itu, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah meminta kepada lembaga penyiaran agar jangan mudah menyiarkan kabar hoaks. “Saat ini, media sedang gencar memberitakan berbagai peristiwa yang sedang aktual,” kata Ketua KPID Jateng, Budi Setyo Purnomo.
Kondisi penyebaran yang begitu masif melalui media sosial maupun pesan berantai whatsapp, sangat rentan tidak sesuai fakta.
“Informasi tersebut berseliweran, terutama di media sosial. Di tengah situasi peristiwa tersebut, muncul berbagai kabar dan informasi yang terkadang belum jelas kebenarannya,” kata dia.
Untuk itu, KPID Jawa Tengah mengingatkan agar lembaga penyiaran harus berhati-hati dalam menyiarkan informasi ke publik. Informasi yang belum jelas kebenaran dan validitasnya jangan buru-buru untuk disiarkan.
“Lembaga penyiaran harus melakukan verifikasi, cek dan ricek hingga konfirmasi secara detail sebelum menyampaikan pemberitaan,” katanya.
Bagi lembaga penyiaran, proses konfirmasi dan verifikasi sangat penting karena akan menjadi ikhtiar untuk mencari kebenaran. Jika sebuah informasi sudah berhasil ditemukan benar tidaknya maka lembaga penyiaran baru bisa menyiarkan informasi tersebut.
“Lembaga penyiaran jangan malah ikut menyebarkan kabar hoaks,” tegasnya.
Sesuai dengan pasal 36 UU Penyiaran menyebutkan bahwa isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
Selain itu, isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
“Isi siaran juga wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu,” terangnya.
Lebih lanjut, siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan ataupun bohong. ” Tidak boleh menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang maupun memertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan,” bebernya. (abdul mughis)
editor : ricky fitriyanto