in ,

Bantuan Alat Tangkap Ikan Pengganti Cantrang Tuntas Akhir Tahun

SEMARANG – Pemberian bantuan alat tangkap ikan ramah lingkungan pengganti cantrang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk nelayan di Jawa Tengah, dipastikan tidak akan tuntas sampai akhir tahun ini.

Padahal, KKP sendiri sudah memberikan batasan bahwa penggunaan cantrang maksimal 31 Desember 2017. Sementara, bantuan alat tangkap dari KKP untuk 6.400 kapal di bawah 30 GT di Jateng saat ini baru terealisasi 2.341 kapal. “Insya Allah oleh pemprov dan KKP akan diselesaikan sampai tahun 2018,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jateng, Lalu M Syafriadi, Kamis (23/11).

Ia mengatakan, saat ini kekurangannya masih dilakukan pendataan ulang. Pihaknya sudah meminta pada kabupaten dan kota untuk segera melaporkan progress pendataan nelayan yang belum mendapatkan bantuan. Selanjutnya akan segera dilaporkan ke KKP untuk ditindaklanjuti.

Sementara untuk alat tangkap (alkap) yang sudah diserahkan, lanjutnya, memang butuh waktu bagi nelayan untuk menyesuaikan pengoperasian alat baru. Karena diakui, nelayan tidak bisa langsung menggunakannya. “Karena alatnya baru, maka nelayan butuh penyesuaian, perlu ada pembelajaran untuk menggunakan alat tangkap baru,” ujarnya.

Diungkapkannya, di Tegal ada nelayan yang menanyakan apakah selama proses penyesuaian alat baru itu diberikan kelonggaran memanfaatkan alat yang lama. Hal itu sudah dijawab oleh Dirjen Perikanan Tangkap KKP, ketika berkunjung ke Tegal, bahwa nelayan masih diperbolehkan menggunakannya. “Masih diperbolehkan digunakan sampai mampu mengoperasionalkan alat tangkap yang baru namun diupayakan sampai 31 Desember 2017,” katanya.

Selain itu, untuk kapal di bawah 30 GT yang kewenangan administrasi ada di tingkat provinsi, pemprov juga akan memberikan fasilitas permodalan. Pemprov akan mengajak nelayan untuk melaut dengan sistem Andon. “Jadi, menangkap ikan di beberapa titik, semisal di Natuna dan Arafura atau dekat Irian. Ketika usai mencari ikan, kapalnya ditinggal di sana saja, ikan tangkapan dibawa pulang dengan pesawat. Hasil beberapa uji yang dilakukan ternyata hasil tangkapannya baik,” kata Lalu.

Jika pemprov memfasilitasi permodalan dan titik lokasi penangkapan, lanjutnya, maka pemerintah pusat akan menyiapkan fasilitas pelabuhan, cold storage atau alat pendingin ikan, pembeli dan lainnya.

Sedangkan untuk kapal di atas 30 GT atau yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, tidak ada toleransi perpanjangan. Mereka harus mengganti alat tangkap maksimal akhir tahun ini dan mencari tempat penangkapan yang lebih jauh. “Sekarang pemerintah pusat sedang mencarikan tempat-tempatnya,” katanya.

Untuk mencegah adanya penindakan hukum di tengah laut terhadap nelayan yang sudah menerima bantuan alkap namun belum bisa menggunakannya termasuk nelayan yang belum dapat bantuan, imbuh Lalu, pihaknya sedang intensif berkoordinasi dengan pemerintah pusat, berdiskusi dengan TNI Angkatan Laut serta Polairud. “Akan ada kesepakatan bersama,” ungkapnya.

Sebab, kata Lalu, untuk kapal di bawah 10 GT berdasar UU perlindungan nelayan, mereka tidak diwajibkan memiliki dokumen. Tapi di UU Pelayaran disebutkan bahwa seluruh hal yang terapung di atas air atau kapal, harus memiliki surat. “Maka KKP dan Kemenhub kami harap bisa duduk bersama,” ujarnya.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, sampai akhir tahun ini Kementerian KKP meminta agar pemerintah kabupaten melaporkan nelayan yang belum mendapat bantuan alat tangkap. Nelayan juga dipersilakan melapor ke dinas kelautan yang ada di kabupaten. “Jadi ini tidak memperpanjang (batas akhir penggunaan alat tangkap cantrang), tapi tindakan afirmasi saja atau semacam toleransi di awal pelaksanaan setelah berganti alat tangkap,” katanya.

Ia juga berharap, beberapa bulan ke depan penegak hukum agar bisa menjaga dan mengawal situasi yang ada. Sehingga nelayan tidak merasa dikejar-kejar ketika melaut. (ajie mh)

Editor: Ismu Puruhito