SEMARANG – Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti bakal bertandang ke Jateng, Senin (20/9) mendatang. Dia akan menyerahkan bantuan alat tangkap ikan secara langsung kepada pemilik kapal di bawah 10 gross ton (GT). Bantuan itu merupakan wujud pertanggungjawaban menteri, setelah pihaknya melarang penggunaan alat tangkap cantrang yang dianggap tidak ramah lingkungan.
Kepala Dinas Kelautan dan perikanan (DKP) Jateng, Lalu Syafriadi Jumat (15/9) menjelaskan, bantuan alat tangkap tersebut adalah ramah lingkungan serta sesuai permintaan dan kebutuhan nelayan di daerah masing-masing.
Dari datanya, terhitung ada 5.199 kapal yang ukuran di bawah 10 GT yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan. Mereka telah miliki kartu BBM dan terdata lengkap by name by address. Untuk wilayah barat sebanyak 2.837 unit kapal dan timur 2.362 unit kapal. Saat ini, pemerintah pusat sudah membantu alat tangkap untuk 2.341 kapal di bawah 10 GT. Untuk wilayah Jateg bagian barat mulai dari Cilacap, Brebes sampai Kendal sejumlah 1.654 kapal. Sementara wilayah timur mulai Semarang sampai Rembang sejumlah 687 kapal. “Secara bertahap akan diselesaikan tahun ini (pemberian bantuan alat tangkap dari pusat), jika mendengar arahan Bu Menteri mestinya 100 persen untuk Jateng diganti semua,” terangnya.
Sedangkan untuk kapal di atas 10 GT, tercatat di Jateng ada 1.226 kapal cantrang. Yang sudah melakukan pergantian alat tangkap, baru ada sekitar 800 kapal. Ia berharap, pemilik kapal segera menggantinya mengingat batas perpanjangan alih alat tangkap adalah akhir tahun ini. “Akan kami dampingi dengan permodalan tapi menggunakan skema khusus, yaitu gross period. Misal, mungkin bulan September minjam, kemudian empat bulan baru mengubah kapal, maka Januari baru mencicil, ini perbankan masih menghitung-hitung,” jelasnya.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menambahkan, untuk kapal di atas 10 GT, masih dipersiapkan mengenai skema instrumen perbankan untuk memberikan modal. Karena biasanya pemilik kapal besar masih terkendala di administrasi perbankan, sebab mereka masih memiliki hutang pada bank. “Akan direstrukturisasi. Entah (pinjaman dan cicilan) harian, mingguan, atau bulanan. Ini upaya fasilitas kita yang kita berikan pada mereka sehingga ketika bermigrasi pada alat tangkap baru tetap bisa dapat hasil yang lebih,” katanya.
Mengenai keberadaan industri yang membutuhkan ikan-ikan kecil dan selama ini memanfaatkan cantrang, menurut Ganjar, perlu kerjasama dengan negara-negara yang memiliki aturan sama dan sudah menerapkan pola sustainable. Semisal negara Jepang. “Cuma kalau di Jepang etikanya tinggi dan mereka nggak mau mengambil itu (ikan kecil di laut), maka sekarang kita kerjasama saja dengan negara-negara yang punya aturan sama dan bicara sustainable dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan,” tegasnya. (*)