SEMARANG (jatengtoday.com) – Kebijakan Wali Kota Semarang terkait sanksi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 484 pegawai Non Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dinilai melanggar larangan mudik lebaran 2021 masih terus menjadi perbincangan publik.
Kalangan DPRD Kota Semarang juga telah mendesak agar Pemkot Semarang mencabut sanksi PHK terhadap ratusan pegawai Non ASN tersebut. Artinya, agar para pegawai kontrak tersebut bisa kembali mengabdi.
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setda Kota Semarang Satrio Imam Poetranto menegaskan, pemberian sanksi kepada ratusan Non ASN tersebut sebagai kebijakan kepala daerah dalam rangka mengurangi penyebaran Covid-19.
“Kebijakan tersebut juga mengacu kepada SK Kemendagri yang menyatakan terkait larangan mudik. Bagi yang melanggar aturan, maka dikenakan sanksi dengan ketentuan yang berlaku,” terangnya, Minggu (6/6/2021).
Dikatakannya, sanksi yang dikenakan juga berkaitan dengan kemaslahatan orang banyak, yakni mengutamakan kesehatan masyarakat.
“Sehingga bisa menyelamatkan warga Kota Semarang dari penyebaran Covid-19 dengan cara mengatur agar warga tidak bepergian. Biasanya ada PNS atau Non ASN yang bilang ‘halah, itu paling hanya gertak sambal saja’. Di situlah, wali kota berwenang memberikan sanksi,” katanya.
Berkaitan dengan sanksi tersebut, lanjut Imam, juga telah disampaikan sebelumnya dalam rapat koordinasi kepegawaian.
“Jika tetap dilanggar, maka yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin. Pelanggaran disiplin itu sudah diatur di dalam Peraturan Menteri PAN-RB tentang ASN dan Perwal tentang pengendalian tenaga kontrak di lingkungan Pemkot Semarang. Bagi yang melakukan indisipliner, maka dapat dilakukan tindakan. Itu sebagai bentuk tindakan wali kota sebagai bentuk penyelamatan Kota Semarang dari pandemi Covid-19,” beber dia.
Mengapa tidak ada sanksi berjenjang? Imam menjelaskan, bahwa dalam kondisi seperti ini, kebijakan seharusnya tidak didiskusikan lagi. Sebab, berkaitan dengan kebijakan larangan.
“Tujuannya adalah menyelamatkan warga Kota Semarang. Ini juga sebagai bentuk evaluasi bagi ASN maupun Non ASN untuk bisa melihat regulasi yang ada. Sehingga mereka bekerja sesuai aturan, dalam konteks ini adalah kebijakan kepala daerah. Kebijakan kepala daerah ini juga sudah sinergis dengan kebijakan pemerintah pusat. Sekali lagi, bukan ada tahapan-tahapan, tetapi tujuan utamanya sudah disampaikan. Bahkan sekarang ini ada lagi kebijakan Kemendagri bahwa kepala daerah bisa mengatur larangan untuk bepergian ke luar daerah,” terangnya.
BACA JUGA: Pemecatan 484 Non ASN di Semarang Dinilai Tak Pertimbangkan Asas Keadilan
Manakala terjadi ketidakpatuhan, lanjut dia, maka kepala daerah bisa memberikan sanksi. “Ini kondisinya sedang pandemi Covid-19. Kita tidak mau kondisinya seperti di Kudus. Sebetulnya prosentase Non ASN yang dijatuhi sanksi PHK ini jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan yang mencapai tujuh ribuan, termasuk kecil. Mereka mengabaikan kebijakan kepala daerah yang berupaya menyelamatkan kesehatan warganya,” ujar dia.
BACA JUGA: Ratusan Non ASN Dipecat, Ombudsman: Wali Kota Jangan Sampai Lakukan Maladministrasi
Lebih lanjut, kata dia, Non ASN adalah tenaga kontrak yang sewaktu-waktu bisa diberhentikan ketika melakukan pelanggaran-pelanggaran.
“Mereka diatur dalam perjanjian kerja. Kalau ASN harus patuh kepada Undang-Undang ASN. Pemberlakukan regulasinya berbeda. Non ASN kan juga tidak mendapatkan TPP. Non ASN ada perjanjian kontrak. Pasti mereka berorientasi untuk dirinya sendiri, bukan untuk kepentingan orang banyak,” katanya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Semarang, M Sodri mengkritisi bahwa vonis PHK bagi Non ASN tersebut tidak memperhatikan asas keadilan.
“Saya mengapresiasi kebijakan wali kota terkait kedisiplinan untuk pencegahan covid-19. Hanya saja kami menyoroti terkait kebijakan sanksi PHK, ada ketidakadilan di situ. Sanksi yang diterapkan untuk ASN hanya potongan TPP satu bulan. Sementara yang Non ASN diputus kontrak,” katanya.
Baik Non ASN maupun ASN, secara substansial keduanya merupakan abdi negara yang digaji menggunakan APBD/APBN. Maka pemberlakuan sanksi pun harus adil. Apalagi Non ASN yang kena sanksi ini tidak ada cuti lebaran.
“Ada yang mengadu kepada saya melalui telepon. Saya tanya, ‘kamu kenapa tidak absen?’ Jawabannya, atasannya menginstruksikan tidak wajib melakukan absensi, karena teman-teman ini masuk piket lebaran. Hanya karena tidak melakukan absensi sekali dan dalam kondisi piket lebaran, malah di-PHK. Ini kan aneh,” katanya.
Pihaknya di Komisi A mengaku telah mengundang Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kota Semarang, untuk menjelaskan permasalahan ini.
“Intinya mereka menjelaskan bahwa kebijakan sanksi tersebut sudah menjadi kebijakan Kota Semarang. Kami sampaikan tolong teman-teman yang mendapatkan sanksi, kalau memungkinkan, ditarik kembali. Artinya, diberi kesempatan untuk mengabdi lagi. Jangan sampai PHK ini mengganggu pelayanan publik. Mestinya memang harus ada sanksi berjenjang,” ungkap dia. (*)
editor: ricky fitriyanto