SEMARANG (jatengtoday.com) – Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang angkat bicara mengenai kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 484 pegawai Non Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajaran Pemkot Semarang. PHK atau pemecatan tersebut dinilai tidak mempertimbangkan asas keadilan.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Semarang M. Sodri mengatakan seharusnya pemberian sanksi terhadap pegawai non-ASN tersebut melewati tahapan dan mekanisme. “Tidak langsung diberhentikan,” ujarnya, Jumat (4/6/2021).
Menurut dia, pemberian sanksi terhadap 484 pegawai Non-ASN Pemerintah Kota Semarang berupa PHK tersebut tidak mempertimbangan asas keadilan. “Pemberian sanksi tegas bagi pegawai Non-ASN karena hanya lupa absen satu kali tentu kurang adil,” ujarnya.
Sebagai wakil rakyat, Sodri mengaku akan memberikan masukan kepada Pemkot Semarang agar lebih memperhatikan prinsip keadilan. “Yang ASN sanksinya hanya pemotongan TPP satu bulan, sedangkan yang Non-ASN langsung diputus kontrak,” kata dia.
Secara substansi, lanjut Sodri, baik ASN maupun Non ASN adalah sama-sama abdi negara yang gajinya dibiayai menggunakan APBD/APBN. “Harusnya, sanksinya sama dengan ASN, misalnya sanksinya dipotong gaji berapa bulan,” ungkap dia.
Tetapi sanksi tersebut terkesan diskriminatif. “ASN yang melanggar larangan mudik Lebaran hanya diberi sanksi berupa pemotongan TPP satu bulan. Sedangkan pegawai Non-ASN diputus kontrak,” katanya.
Pihaknya meminta Pemkot Semarang mengkaji ulang aturan terkait sanksi tersebut dengan melihat asas kemanusiaan dan keadilan. “Padahal mereka juga menjadi tumpuan keluarga,” katanya.
Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang Anang Budi Utomo mengaku telah menerima aduan dari sejumlah pegawai Non ASN di jajaran Pemkot Semarang. “Pengaduan sudah ada, tetapi kami pelajari dulu. Karena ini pegawai kontrak, maka yang harus dilihat adalah klausul perjanjian kontraknya. Nah, ini berbeda perlakuannya dengan pegawai tetap,” ujarnya.
“Eksekusinya nanti seperti apa ini kan juga belum jelas. Pegawai kontrak, dia bukan pegawai tetap. Kalau pegawai tetap, itu ada mekanisme SP1, SP2 dan SP3, kemudian PHK. Walaupun ini sebelumnya telah diawali (peringatan). Walaupun menurut saya yang diberlakukan ini belum ideal,” katanya.
BACA JUGA: Ratusan Non ASN Dipecat, Ombudsman: Wali Kota Jangan Sampai Lakukan Maladministrasi
Pihaknya mengakui, idealnya sanksi diberlakukan secara berjenjang, mulai dari ringan, sedang dan berat. “Ya mestinya dipilah. Tapi mungkin Pemkot Semarang melihatnya bahwa, pelanggaran tidak masuk kerja atau absensi itu termasuk pelanggaran berat. Apalagi menyangkut kebijakan tidak boleh mudik, tidak boleh pulang di luar Kota Semarang, dan seterusnya,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto