SEMARANG (jatengtoday.com) – RUU Cipta Kerja dinilai sangat krusial untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi. Terutama dalam melindungi pekerja dari radikalisme ekonomi dan melindungi dunia usaha dari radikalisme sosial.
Hal itu disampaikan ekonom Unika Soegijapranata Semarang, Andreas Lako saat menjadi pembicara dalam diskusi daring yang diadakan Joglosemar Institute, Jumat (21/8/2020).
“Kalau saya lihat itu menjadi krusial dan urgent. Secara keseluruhan dari kaca mata saya sebagai akademisi bukan dari pekerja atau aktivis pekerja, dalam konteks memberikan peningkatan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan kepada karyawan itu sudah bagus,” ujarnya.
Andreas Lako menjelaskan, ketika dunia usaha akan kembali aktif dengan ketentuan normal baru. Dunia usaha tentu akan meminta kembali para pekerja yang dirumahkan untuk kembali, dan mungkin juga akan merekrut pekerja baru.
Dalam situasi saat ini, hal itu bisa memunculkan radikalisme ekonomi, dimana pelaku usaha bisa melakukan pemaksaan-pemaksaan.
“Para pekerja butuh hidup dan pekerjaan kan, ini saya kasih pekerjaan tapi ikut aturan saya. Misalnya dengan gaji rendah dan tanpa jaminan kesehatan,” ujar Andreas mencontohkan.
Jika RUU Cipta Kerja disahkan, lanjutnya, para pekerja bisa punya pegangan. Tidak ada UU yang menyenangkan semua orang, juga memberikan semacam perlindungan dari tindakan radikalisme ekonomi dari pelaku usaha.
“Begitu juga sebaliknya, UU ini memberikan jaminan perlindungan dunia usaha dari radikalisme sosial dari para pekerja,” tuturnya.
Ketika RUU Cipta Kerja disahkan, investasi dan lapangan kerja langsung akan tumbuh di suatu daerah. Tapi, perlu faktor pendukung lain yang harus terjaga sebuah daerah agar bisa menarik investasi.
“Tidak otomatis, kalau dalam keadaan normal iya, kalau situasi saat ini tidak,” ujarnya.
Faktor lain yang akan mempengaruhi adalah bagaimana perkembangan penanganan Covid-19 di daerah tersebut. Jika penanganan pengendalian Covid-19 bagus, industri akan senang.
“Selain itu investor juga melihat apakah tata kelola dunia usaha di daerah tersebut bagus atau tidak. selanjutnya apakah tenaga kerja yang tersedia, dari sisi etos kerja dan daya produktivitas bagus atau tidak,” paparnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Undip Semarang Prof FX Sugiyanto menjelaskan, RUU Cipta Kerja memang menuai kritikan dari beberapa kalangan. Tapi masih bisa diperbaiki dan tetap perlu disahkan.
“Kalau menurut saya, saya membaca ditolak itu bukan berarti tidak harus diundangkan, tetapi memperbaiki kelemahan-kelemahan. Dalam praktik implementasi saya pikir hal-hal itu pasti akan terjadi ketidaksetujuan maka itu menjadi kritik bagi pemerintah untuk memperbaiki itu. Tapi tanpa itu nanti kita tidak akan pernah maju,” paparnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip ini menilai, RUU Cipta Kerja memiliki semangat yang baik untuk mengatasi hambatan-hambatan regulasi. Menurutnya, dalam praktik implementasi perundang-undangan sering kali terjadi ketidaksesuaian antar undang-undang.
“Karena setiap undang-undang itu ternyata bisa saling meniadakan. RUU Cipta Kerja pada dasarnya bagaimana agar terjadi sinkronisasi,” tandasnya.
Dia pun setuju jika RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan begitu, hambatan-hambatan yang selama ini muncul dan pasti akan terjadi itu mulai dipangkas. (*)
editor: ricky fitriyanto