SEMARANG (jatengtoday.com) – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meminta pemerintah memerhatikan pesantren ketika menerapkan new normal. Sebab, selama ini pemerintah dirasa belum memberikan program nyata terkait keberlangsungan pondok pesantren.
Hal tersebut dikatakan Ketua DPP PKB Bidang Pendidikan dan Pondok Pesantren, KH M Yusuf Chudlori dalam rapat virtual, Rabu (27/5/2020).
“Sebelumnya, Ketua Tim Pengawas Gugus Tugas, Muhaimin Iskandar sempat menggelar rapat virtual dengan pondok-pondok pesantren di Jawa. Di antaranya diikuti oleh para kiai Pondok Tambak Beras, Ploso, Lirboyo, dan Buntet Cirebon,” ujar pria yang akrab disapa Gus Yusuf ini.
Rapat ini juga melibatkan Ketua Rabhithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) atau asosiasi pesantren seluruh Indonesia Abdul Ghaffar Rozin, atau akrab disapa Gus Rozin.
“Dalam rapat itu, para kiai menyampaikan langsung kepada Gus Muhaimin yang juga Wakil Ketua DPR RI. Bahwa pondok pesantren akan mulai melaksanakan pendidikannya pada bulan Syawal ini. Tetapi keadaan masih belum kondusif. Protokol kesehatan di pondok juga masih perlu ditata,” paparnya.
Rencana dimulainya pendidikan di Pondok Pesantren itu, imbuhnya, berawal dari desakan para wali santri dan masyarakat kepada para kiai agar pesantren membuka kembali pendidikannya.
“Juga kekhawatiran akan kondisi santri akibat pengaruh buruk lingkungan, media sosial, dan televisi, akibat kontrol yang lemah,” tuturnya.
Meski begitu, di sisi lain, para kiai juga memandang persoalan dengan sangat bijak. Para kiai tidak ingin pesantren menjadi cluster baru Covid-19. Terlebih kebijakan pemerintah belum memperbolehkan adanya kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan.
Tercatat lebih dari 28.000 pesantren dengan 18 juta santri dan 1,5 juta pengajar serta jutaan masyarakat sekitar pesantren yang menggantungkan kehidupan ekonomi pada pesantren.
“Kondisi ini harus segera diantisipasi, ditangani dan dicarikan solusi oleh pemerintah pusat hingga daerah agar pesantren tidak mengalami kegamangan. Jika dibiarkan tanpa ada intervensi dan bantuan konkret dari pemerintah, pesantren dengan potensi sedemikian luar biasanya bagi perkembangan bangsa, bisa menjadi problem besar bagi bangsa ini,” tegasnya.
Karena itu, lanjutnya, kesiapan pesantren menjalankan new normal harus betul-betul menjadi perhatian pemerintah. Sebab sebagian besar kondisi sarana dan prasarana pesantren belum memenuhi standar kesehatan terlebih protokol Covid-19.
Kebutuhan sarana pra sarana itu meliputi, Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren) beserta tenaga dan alat medis. MCK standar protokol Covid -19, washtafel portable, dan penyemprotan disinfektan.
“Termasuk APD, alat rapid test, hand sanitizer, dan masker. Kebutuhan penambahan lokal, ruang karantina, isolasi mandiri, ruang asrama, dan ruang kelas,” terangnya.
Pemerintah pun perlu memfasilitasi rapid test dan swab test massal untuk seluruh kiai dan santri pesantren sebagai penanda dimulai kegiatan belajar di pesantren.
“Penyediaan sarana dan prasarana belajar yang sesuai standar new normal juga harus disiapkan Kemendiknas dan Kemenag, termasuk didalamnya digitalisasi proses belajar mengajar di pesantren,” tandasnya. (*)
editor: ricky fitriyanto