SEMARANG (jatengtoday.com) – Gubernur Ganjar Pranowo menilai penyebaran HIV/AIDS di Jawa Tengah sangat mengkhawatirkan. Sebab, Jawa Tengah masuk dalam lima besar provinsi dengan HIV/AIDS tertinggi di Indonesia.
Atas hal itu, dia mendukung atas kehadiran investor asing yang bakal memproduksi obat HIV/AIDS melalui PT Sampharindo Retroviral Indonesia yang terletak di Jalan Tambakaji Raya Nomor 8 Semarang.
“Solusi dari pabrik ini pasti ditunggu masyarakat. Karena ini pertama kali dibuat di Indonesia,” kata Ganjar ketika menghadiri peresmian operasional PT Sampharindo Retroviral Indonesia, Kamis (27/2/2020).
Ketika berada Solo beberapa waktu lalu, dia mengaku pernah menerima cerita sejumlah penderita HIV/AIDS. “Pak Ganjar, tanpa mendahului (Tuhan) yang maha kuasa, yang (penderita) itu sebentar lagi (meninggal), mudah-mudahan masih bisa jalan. Yang ini dia membaik. Kedua, pada suatu ketika ada seorang penderita ODHA berkali-kali WA ke saya, Pak, obat saya habis. Kami berusaha membelikan, tapi stoknya nggak ada,” katanya.
Hal tersebut termasuk menjadi bagian pertimbangan mengapa investasi produsen obat HIV/AIDS ini menjadi penting. “Kami berusaha membuka Jawa Tengah ini bagaimana bisa survive di tengah kondisi ekonomi dunia yang mengalami perlambatan. Ada turbulensi di sana sini, plus virus corona. Yang pasti akan mengganggu, apapun yang terjadi, kayaknya kita mesti siap-siap,” ujarnya.
Dia mengapresiasi langkah Balai Pengawasan Obat Makanan (BPOM) yang telah memberikan pelayanan perizinan secara cepat. “Saya pernah komplain sangat keras sekali soal jamu di Cilacap. Izinnya lumayan lama. Maka ketika saya bisa direct ke BPOM yang dulu, alhamdulillah bisa diselesaikan satu minggu,” katanya.
Jawa Tengah ini, lanjutnya, termasuk lima besar provinsi dengan HIV/AIDS tertinggi, setiap hari jumlah penderita bertambah. “Apalagi penderita yang tidak mau lapor. Kita tertinggi setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Papua. Saya kira data itu semua pegang. Data kementerian kesehatan 2012, terdapat 47.514 penderita, pada 2016 naik menjadi 70.354 penderita. Kalau kita tidak hati-hati bahaya ini,” katanya.
Di Jawa Tengah, 1993 – September 2019, tercatat sebanyak 30.465 kasus. “Rinciannya 17.559 kasus HIV, 12.906 AIDS, 1.915 orang di antaranya sudah mendahului kita. Jadi, ini sangat serius,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Shampharindo Perdana, M Syamsul Arifin,
mengatakan pihaknya telah mendaftarkan sebanyak lima jenis obat. Namun dari lima jenis obat tersebut, baru dua jenis yang telah mendapatkan izin edar. Keduanya adalah Telado dan Telavir. Selain itu, juga akan diproduksi obat yang bisa digunakan untuk virus corona.
Syamsul menjelaskan, jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia saat ini kurang lebih 600 ribu. “Dari jumlah itu, yang diobati jumlahnya hanya 17 persen. Sangat kecil sekali. Masalahnya di antaranya karena harganya mahal, produknya belum ada dan seterusnya. Dengan adanya pabrik ini, harapannya ketersediaan cukup, harganya bisa ditekan, sehingga orang yang terapi meningkat,” terangnya.
Dia menyebut, WHO mencatat bahwa penderita HIV/AIDS 90 persen terdeteksi. Sehingga 90 persen tersebut harus diobati secara rutin hingga viral load tersebut hilang. “Dengan diobati penderita tersebut, dia tidak menularkan ke orang lain. Karena yang kami produksi ini standar WHO yang baru, bisa menghilangkan viral load. Termasuk ibu hamil yang terkena HIV/AIDS bisa minum agar tidak menularkan ke anaknya,” bebernya. (*)
editor: ricky fitriyanto