SEMARANG (jatengtoday.com) – Penyebaran HIV/AIDS hingga kini masih menjadi ancaman. Sebab, virus ini “diam-diam” menyebar di tengah masyarakat.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang mencatat rata-rata setiap tahun terjadi peningkatan 500 kasus. Hal perlu mendapat perhatian serius. Terdapat tiga kecamatan di Kota Semarang yang telah masuk zona merah HIV/AIDS.
Kepala Dinkes Kota Semarang M Abdul Hakam mengatakan, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Semarang tercatat sejak 2011 yakni mencapai 1.711 kasus. Pada 2014, terdapat 3.114, dan 2018 menjadi 5.232 kasus. “Rata-rata peningkatannya berkisar 500 kasus dalam satu tahun,” katanya.
Data tersebut diperoleh dari setiap rumah sakit, puskesmas, voluntary counselling and testing (VCT) mobile, maupun rapid test. “Dari ribuan penderita HIV/AIDS di Kota Semarang, ternyata diketahui jika sebagian besar penderita merupakan warga luar kota. Warga pendatang tersebut tinggal di Kota Semarang untuk bekerja,” katanya.
Jumlah tersebut, lanjut Hakam, merupakan jumlah penderita yang terdeteksi. Diperkirakan masih akan terus bertambah apabila ada yang memeriksakan diri. Sebab, tidak semua penderita mau memeriksakan diri.
“Di Kota Semarang, dari total 16 kecamatan, terdapat 3 kecamatan dengan zona merah kasus HIV. Disebut zona merah, karena terdapat 83-107 kasus per tahun. Tiga kecamatan itu yakni Tembalang, Semarang Barat dan Semarang Utara,” ungkapnya.
Hakam berharap, kesadaran masyarakat dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS sangat diperlukan. Dia juga meminta agar penderita HIV/AIDS tak segan memeriksakan diri. Tujuannya agar pasien yang terdeteksi dapat segera mendapatkan terapi atau obat. “Mengenai indikasi penyebarannya, justru yang mengejutkan adanya jumlah Laki Suka Laki (LSL) adalah tertinggi dibandingkan Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung, dan WPS tidak langsung,” tambahnya.
Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Abdul Majid mengatakan, penyebaran HIV/AIDS harus mendapat penanganan serius. Sosialisasi perlu lebih digencarkan. “Mulai dari cara penularan HIV/AIDS, gejala-gejalanya, hingga pencegahannya. Semua harus bisa sinergi, sosialisasi harus bisa dilangsungkan melalui dinas pendidikan, dinas sosial, dan dinas kesehatan,” katanya.
Dengan adanya sosialisasi secara maksimal. Diharapakan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat secara menyeluruh. “Semua pihak harus terlibat dalam pengawasan dan mewaspadai penularan virus HIV/AIDS. Hal yang paling dikhawatirkan jika penyebarannya merambah usia produktif, yakni 15-35 tahun,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto