in

Dua Nelayan yang Diculik di Malaysia, ANI Gelisah

SEMARANG (jatengtoday.com) – Ketua Umum ANI, Riyono meminta pemerintah agar segera membebaskan dua nelayan yang diculik. Pihaknya meminta, setidaknya dalam waktu sepekan, masalah tersebut bisa selesai.

“Kami mendesak dalam waktu sepekan agar dua nelayan Indonesia bisa segera dibebaskan, DPR dan Kemenlu beserta TNI Angkatan Laut harus segera bertolak ke Malaysia serta membawa pulang nelayan kita,” ucap pria yang juga Anggota Komisi B DPRD Jateng ini, Sabtu (15/9).

Dijelaskan, penculikan dua nelayan asal Indonesia ini awal dari perbudakan di kapal perikanan asing yang sudah tidakbmenjadi rahasia lagi. “Kami ingat kasus nelayan Tegal yang di jadikan budak di kapal ikan Taiwan dan akhirnya meninggal. Kejadian ini harus jadi perhatian serius pemerintah,” katanya.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyatakan dua nelayan warga negara Indonesia menjadi korban penculikan kelompok bersenjata di Perairan Pulau Gaya, Semporna, Sabah, Malaysia, pada Selasa (11/9) sekitara pukul 01.00 waktu setempat.

Kedua nelayan tersebut bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Malaysia dengan nama Dwi Jaya 1. Identitas kedua nelayan asal Indonesia itu adalah ‎Samsul Saguni (40) dan Usman Yunus (35), keduanya adalah WNI asal Sulawesi Barat.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini membeberkan, saat ini ada sekitar 3 juta pekerja di sektor perikanan tangkap dan industri perikanan yang sangat rawan akan berbagai tindakan pelanggaran hak asasi manusia sampai pelanggaran hukum internasional tentang pekerja migran.

Baginya, kebebasan dua nelayan yang diculik kelompok bersenjata itu merupakan kedaulatan bangsa yang tidak bisa dianggap remeh oleh negara lain.

Dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan belum mampu menjamin keselamatan pekerja perikanan di kapal asing karena tumpang tindih dengan UU 18/2017 tentang Pekerja Migran.

“Nelayan dan anak buah kapal sebagai pekerja formal di sektor perikanan harus diikuti dengan standar internasional, baik di tingkat nasional ataupun negara anggota. Inilah problem kita, selain terkait UU ada juga Konvensi ILO 188 yang sudah berlaku sejak 2007 belum diratifikasi oleh pemerintah Indonesia,” ujarnya. (ajie mh)

Editor: Ismu Puruhito