CIBINONG (jatengtoday.com) – Cekungan air tanah (CAT) di pesisir maupun di lepas pantai menjadi potensi tersembunyi yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber alternatif pemenuhan kebutuhan air baku.
Topik tersebut menjadi salah satu bahasan dalam webinar daring bertajuk “Cekungan Air Tanah Pesisir dan Lepas Pantai: Potensi Harapan atau Konflik di Masa Datang?” yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA) Organisasi Riset Kebumian dan Maritim, Kamis (24/11/2022).
Secara geografis Indonesia memiliki banyak potensi cekungan air tanah baik di pesisir maupun di lepas pantai. Sejauh ini telah diketahui sebanyak 421 CAT yang sebagian besar pelamparannya mencapai wilayah pesisir dengan batas cekungan berakhir di garis pantai.
Undang-Undang nomor 17 tahun 2019 tentang sumber daya air menyatakan bahwa Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologi, tempat semua kejadian hidrogeologik, seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.
Sementara bukti terbaru menunjukkan daerah pelepasan air tanah tidak hanya ditemukan di daratan tetapi juga di lepas pantai. Menyikapi hal tersebut diperlukan penelitian lanjutan dan diskusi yang lebih mendalam berkenaan dengan CAT wilayah pesisir dan lepas pantai.
Webinar PRLSDA ke-23 ini menghadirkan para pemateri peneliti PRLSDA BRIN dari kelompok riset interaksi air tanah, yakni Dino Gunawan Pryambodo dan Hendra Bakti, dan moderator Rahmat Fajar Lubis.
Kepala PRLSDA BRIN, Hidayat menyampaikan bahwa cekungan air tanah yang terdapat di lepas pantai adalah sesuatu hal yang menarik, dan hal ini merupakan sesuatu yang baru bagi dirinya dan mungkin juga bagi banyak orang.
“Ternyata ada cekungan air tanah di lepas pantai, ini merupakan sesuatu yang baru bagi saya dan beberapa juga baru mendengar barangkali ini memang sesuatu yang langka” ujar Hidayat.
Terkait CAT, Dino membahas tentang pengalaman penelitian cekungan air di pesisir pantai. Dalam penelitiannya menggunakan metode geolistrik untuk mengetahui keberadaan air tanah di sebuah lokasi. Metode geolistrik menurutnya yaitu metode yang mempelajari sifat aliran listrik dalam bumi dan mendeteksinya dipermukaan bumi.
“Prinsip dasar metode ini adalah menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi menggunakan dua buah elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial melalui dua buah elektroda lainnya di permukaan bumi. Arus listrik yang di-injeksikan akan mengalir melalui lapisan batuan di bawah permukaan, dan menghasilkan data beda potensial yang harganya bergantung pada tahanan jenis (resistivity) dari batuan yang dilaluinya,” ungkap sosok jebolan S2 Teknik Geofiska ITB 2006.
Dirinya telah meneliti di berbagai lokasi sejak 2009 hingga 2021 di antaranya di pesisir Cirebon, Pulau Solor NTT, Pelabuhan Bungus Padang, Pulau Karimunjawa Jawa Tengah, Pulau Gili Ketapang Probolinggo Jawa Timur.
Salah satu contoh hasil dari penelitiannya di Pulau Karimunjawa dapat memprediksi potensi air tanah dan sebaran intrusi air laut masing-masing sebesar 33,76 miliar liter dan 10,085 miliar liter.
Sedangkan di Pulau Gili menyatakan bahwa volume air yang tersedia di bawah tanah yang mengandung air (akuifer) diperkirakan cukup persediaan sampai 68 tahun ke depan.
Pria kelahiran Blitar tahun 1977 juga menyampaikan metode lainnya untuk mengetahui penurunan muka air tanah dapat menggunakan aplikasi Metode Gayaberat Mikro.
Discharge Air Tawar
Sementara itu Hendra Bakti menyatakan bahwa CAT tidak hanya terdapat di pesisir pantai namun juga terdapat di lepas pantai. Hal ini ditunjukkan dengan adanya berbagai contoh keluaran (discharge) air tawar dari permukaan dasar laut yang muncul ke permukaan air laut.
Hendra menyampaikan materi berjudul “Submarine Groundwater Discharge (SGD) atau Keluaran Air Tanah Lepas Pantai (KALP)”. Dalam paparannya menginformasikan di antaranya terkait pengertian CAT dan KALP, konsep, indikator, metode dan lokasi yang telah teridentifikasi, serta pentingnya keluaran air lepas pantai.
Sosok Peneliti Ahli Madya PRLSDA BRIN ini mengatakan bahwa KALP adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah yang keluar secara langsung ke wilayah lepas pantai.
KALP mempunyai peranan penting sebagai sumber nutrisi dan zat terlarut lainnya bagi ekologi laut, sumber air bersih dan pertanian, daya tarik wisata bahari, tempat unik biodiversitas dan lain-lain. Ditinjau dari kesehatan lingkungan KALP juga dapat menjadi jalan bagi zat pencemar dari darat yang mengalir ke laut.
“Berkembangnya industri di wilayah pesisir dan lepas pantai memerlukan ketersediaan air baku atau bersih yang cukup. Air tanah pada CAT lepas pantai merupakan sumber alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan tersebut,” ungkap Hendra.
Ia menginformasikan bahwa hingga saat ini lokasi KALP di Indonesia yang telah teridentifikasi sebanyak 13 lokasi mulai dari Pulau Sumatera di Pulau Weh, Pulau Jawa, Pulau Lombok, Pulau Banggai sampai Pantai Bosnik di Biak, Papua.
Air tanah, baik yang telah keluar ke laut maupun yang masih tersimpan berada dalam akuifer di dalam CAT di lepas pantai merupakan sumber air tanah unconventional yang belum diungkap secara detil.
“Diperlukan riset CAT lepas pantai yang terintegrasi sebagai landasan ilmiah dalam pengelolaan CAT di lepas pantai di masa yang akan datang,” demikian paparan Hendra Bakti. (*)