in

Banjir di Meteseh Tembalang Diubah Jadi Cadangan Air Tanah

Proyek Semarang Berdaya bertujuan mengurangi risiko banjir sekaligus meningkatkan cadangan air tanah di Kelurahan Meteseh.

SEMARANG (jatengtoday.com) – Lewat Semarang Berdaya, YABB dan Changemakers mengatasi permasalahan banjir di Meteseh Tembalang dengan mengubah banjir jadi cadnagan air tanah.

Cara mengubah banjir menjadi cadangan air tanah tersebut menggunakan teknologi terapan yang terintegrasi dalam proyek disebut Semarang Berdaya.

Persoalan penanggulangan banjir di Meteseh Tembalang diungkap dalam diskusi peluncuran Semarang Berdaya Gotong Royong untuk Kurangi Risiko Banjir di Hetero Space, Banyumanik, Rabu (12/10/2022)

Semarang Berdaya diinisiasi YABB yang merupakan organisasi nirlaba bagian dari Grup GoTo bersama changemakers dari Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE).

Kegiatan tersebut menghadirkan diskusi penanganan banjir Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang dengan narasumber Monica Oudang, Chairwoman YABB, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Semarang Budi Prakoso, dan Founder dan CEO ReservoAir Anisa Azizah.

Selanjutnya narasumber Sub Koordinator Operasi dan Pemeliharaan Drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Mochamad Hisam Ashari, dan Kepala Laboratorium Geografi dan Sekretaris Pusat Studi Bencana Unnes, Dr I. Ananto Aji, MS

Proyek Semarang Berdaya bertujuan mengurangi risiko banjir sekaligus meningkatkan cadangan air tanah di Kelurahan Meteseh, proyek ini menerapkan teknologi zero run-off yang berupa instalasi terintegrasi antara PoreBlock (paving block berpori) dan sumur resapan.

Monica Oudang, Chairwoman Yayasan Anak Bangsa Bisa, menjelaskan, para changemakers dari ReservoAir dan Liberates Creative Colony mengidentifikasi Kelurahan Meteseh, Semarang, sebagai salah satu area paling rentan terhadap bencana banjir.

Pada tahun 2021, Semarang mengalami 432 bencana alam, 63,11% di antaranya bencana hidrometeorologi.

Pada tahun yang sama, kasus banjir menimpa Meteseh berulang kali dan membawa kerugian sosial ekonomi kepada lebih dari 100 jiwa. Bencana banjir di Meteseh disebabkan oleh perubahan fungsi lahan, perubahan iklim, alasan geografis maupun perilaku masyarakat.

“Kami melihat masyarakat di Meteseh dan area lain di Semarang membutuhkan solusi yang bisa berdampak lebih cepat dan lebih luas. Inilah yang menjadi alasan YABB dan CCE hadir di Meteseh, membawa inovasi yang mudah diaplikasikan dan direplikasi sehingga bisa mencegah banjir,”kata Monica.

Kepala Bappeda Kota Semarang Budi Prakoso, mendukung penuh terhadap inisiatif ini. Dia memaparkan, saat ini sudah dilakukan berbagai bentuk penanggulangan banjir di Semarang, seperti pembangunan tanggul, polder, pompa, dan bendungan.

“Namun itu belum cukup, kami masih membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk mempercepat dan memperluas dampak di Kota Semarang,”ucapnya.

Menyadari urgensi permasalahan bencana hidrometeorologi di Kota Semarang, para changemakers berupaya menyusun solusi inovatif melalui Catalyst Changemakers Lab (CCL).

Berkat kolaborasi dengan para pemangku kepentingan multisektor, para changemakers akhirnya bisa menghadirkan solusi berbasis ekosistem di lapangan yang menggabungkan optimalisasi teknologi dan pemberdayaan masyarakat di Meteseh yang berpenghuni 24.195 jiwa.

Anisa Azizah, perwakilan changemakers CCE Semarang, menjelaskan dua solusi utama yang diterapkan di Kelurahan Meteseh, adalah teknologi zero run-off terintegrasi dan edukasi.

“Teknologi sero run-off ini baru di Meteseh merupakan pilot project di Jawa Tengah. Sebelumnya teknologi berhasil diterapkan di Rancaekek, Jawa Barat,”terang Anisa.

Anisa memaparkan solusi pertama adalah instalasi teknologi terintegrasi antara PoreBlock dan sumur resapan. Dia mengklaim, PoreBlock buatannya memiliki laju infiltrasi 100 kali lebih cepat dibandingkan paving block konvensional.

Solusi ini mampu mengurangi kerugian akibat banjir terhadap lebih dari 100 warga yang paling terdampak banjir.

“Solusi yang dibangun di 18 titik dengan total luas permukaan 1.500 meter persegi ini akan mengurangi limpasan air sebanyak 39.000 liter/tahun dan menjadikan air tersebut sebagai cadangan air tanah,” lanjut Anisa.

Solusi kedua berupa edukasi langkah pencegahan bencana hidrometeorologi kepada 150 keluarga. “Kami berharap mereka bisa menularkan pengetahuan ini kepada masyarakat lebih luas,”imbuhnya.

Sub Koordinator Operasi dan Pemeliharaan Drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Mochamad Hisam Ashari, menyatakan, solusi dalam penanganan banjir di Meteseh ini sejalan dengan agenda Pemkot Semarang untuk mengembalikan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Kepala Laboratorium Geografi dan Sekretaris Pusat Studi Bencana Universitas Negeri Semarang, Dr Ir Ananto Aji, MS menyambut baik solusi instalasi dan edukasi atas penanganan bencana banjir di Meteseh. (*)

Ajie MH.