SEMARANG (jatengtoday.com) – Pandemi yang terjadi saat ini berpotensi mengakibatkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) anjlok, jika proses penetapannya hanya mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015. Penetapan UMK berdasarkan peraturan tersebut hanya mendasarkan persentase pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.
“Padahal pertumbuhan ekonomi nasional saat ini adalah – 5,32 persen. Artinya, jika penetapan UMK menggunakan dasar pertumbuhan ekonomi nasional tersebut, maka bisa jadi UMK 2021 akan jauh di bawah UMK sekarang. Itu yang kami tidak mau,” ungkap Ketua DPD Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Kota Semarang, Heru Budi Utoyo, saat audiensi di DPRD Kota Semarang, Kamis (3/8/2020).
Audiensi tersebut diikuti gabungan serikat pekerja dari FKSPN, DPC Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSP KEP – KSPI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo), Federasi Serikat Pekerja Industri (FSPI), dan Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (FSP Farkes) Reformasi.
“Kami mendesak agar penetapan UMK 2021 harus mengacu survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Kota Semarang,” tegasnya.
Dia berharap, DPRD Kota Semarang turut mengakomodasi aspirasi buruh. Sebab, DPRD Kota Semarang memiliki peran dalam menyampaikan perjuangan buruh tersebut.
“Maka DPRD Kota Semarang harus memiliki terobosan dalam proses pengusulan UMK 2021. Ini juga menjadi arah perjuangan buruh di Kota Semarang,” terangnya.
Jika tidak dikawal, penetapan UMK Kota Semarang 2021 bisa anjlok dari UMK 2020 yakni Rp 2,7 juta. “Ingat, nanti Wali Kota Semarang kan diganti oleh pejabat sementara karena masih menunggu hasil Pemilihan Wali Kota Semarang (Pilwalkot),” ujarnya.
Berdasarkan hasil survey gabungan serikat pekerja di Kota Semarang pada Juli-Agustus 2020, KHL di Kota Semarang rata-rata mencapai Rp 2,8 juta.
“Saat ini, kami memang belum mengusulkan angka UMK 2021. Namun kami meminta agar penetapan UMK 2021 mengacu kepada rumusan KHL tersebut. Kami berharap, DPRD Kota Semarang juga berperan memperjuangkan kesejahteraan buruh di Kota Semarang,” katanya.
Lebih lanjut, kata Heru, Dewan Pengupahan sendiri—yang diketuai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang—sejauh ini tidak melakukan survey pasar dengan alasan tidak ada anggaran untuk survey.
“Maka kami mengadakan survey bersama DPRD Kota Semarang untuk melihat kondisi harga kebutuhan hidup layak buruh, karena hal ini tidak dilakukan oleh Dewan Pengupahan,” imbuh dia.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang, Rahmulyo Adi Wibowo, mengatakan akan memberikan dukungan terkait keinginan buruh untuk menyampaikan KHL tersebut. “Harapannya, ke depan bisa duduk bersama antara buruh pekerja, pengusaha dan Dinas Tenaga Kerja untuk menentukan UMK 2021. (Mekanisme penetapan UMK) Itu kan sudah diatur. Biar mereka memutuskan,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto