in

Vision Center Bantu Deteksi Dini Gangguan Penglihatan

Ilustrasi. Seorang lansia menjalani pemeriksaan visual selama kunjungan kesehatan mata ke Pusat Senior Taytawasi di Villa Maria del Triunfo, Lima, Peru. (foto: dokumentasi who)

JAKARTA (jatengtoday.com) – Tiga dari 100 orang berusia lebih dari 50 tahun mengalami kebutaan atau sekitar 1,6 juta orang, berdasarkan survey Rapid Assessment of Avoidable Blindness. Penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi, sedangkan penyebab utama kebutaan adalah katarak.

Berdasarkan keterangan tertulis Kementerian Kesehatan, kurang lebih 1 juta orang di Indonesia mengalami kebutaan. Sementara itu kurang lebih ada sekitar 5 sampai 6 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan sebagian besarnya adalah masih mungkin untuk diatasi.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan masalah yang berdampak pada hampir sepertiga populasi dunia saat ini dan diperkirakan akan terus meningkat.

”Penyakit prioritas pada gangguan penglihatan adalah yang pertama katarak kemudian diikuti kelainan refraksi, glaukoma, dan retinopati diabetik,” kata Dirjen Maxi pada konferensi pers Hari Penglihatan Sedunia, Selasa (4/10/2022).

Dia menambahkan, untuk mengatasi gangguan penglihatan secara komprehensif meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang merupakan amanah dari undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Menurut Maxi, pemerintah menargetkan penurunan gangguan penglihatan sebesar 25% pada 2030. Beberapa strategi penanggulangan gangguan penglihatan mulai dari penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor.

Kemudian penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, pendekatan asesmen kesehatan yang berkualitas melalui peningkatan SDM dan standardisasi, dan penguatan surveilans sampai pemantauan serta evaluasi kegiatan.

”Pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak dalam proses mengembangkan Vision Center,” ucap Maxi Rein.

Vision Center adalah sebuah bentuk pelayanan kesehatan mata terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan di tingkat layanan primer. Pemeriksaan dilakukan secara komprehensif bukan hanya kepada individu, tapi juga masyarakat atau komunitas melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Pengurus pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dr. Yeni Dwi Lestari, Sp.M (K) mengatakan tahun ini Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan berbagai stakeholder termasuk Perdami mencoba satu pilot project pengembangan Vision Center.

”Melalui Vision Center ini kami berharap bisa melayani masyarakat untuk skrining deteksi dini sebuah penyakit terutama katarak dan pelayanan refraksi. Untuk pelayanan refraksi kita harapkan bahwa Vision Center ini bisa menjadi satu unit atau satu fasilitas yang bisa menyediakan kaca mata dengan harga terjangkau,” ucap dr. Yeni.

Dikatakan dr. Yeni, strategi selanjutnya adalah melalui 3A, yakni Accessible (dapat diakses), Available (Ketersediaan), dan Affordable (Terjangkau).

Melalui Accessible, lanjutnya, masyarakat Indonesia memiliki akses pada layanan kesehatan di manapun.

Setiap penduduk Indonesia memiliki akses pada layanan kesehatan mata di manapun, dan ini sebenarnya bisa dilaksanakan jika layanan kesehatan yang menyediakan layanan kesehatan mata itu berada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri.

Sementara untuk Available, pemerintah ingin pemeriksaan mata itu bisa tersedia untuk segala usia, baik bayi baru lahir sampai kepada populasi dengan usia lanjut sebenarnya. Banyak sekali pemeriksaan mata yang bisa dilakukan secara sederhana dan tidak memerlukan alat-alat yang canggih.

Terkait Affordable, pemerintah ingin kesehatan mata bisak terjangkau harganya. Jadi kita sudah mulai memikirkan bagaimana caranya bisa menyediakan kaca mata dengan kualitas tinggi namun terjangkau dan bisa diakses oleh seluruh penduduk Indonesia sehingga pasien tersebut bisa melihat dengan lebih baik. (*)