SEMARANG (jatengtoday.com) – Kasus penangkapan aktivis lingkungan, Muhammad Hisbun Payu alias Iss dinilai menjadi catatan penegakan hukum yang menyedihkan.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tersebut ditangkap setelah melakukan advokasi terkait pencemaran lingkungan oleh PT Rayon Utama Makmur (RUM) di Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo.
Iss merupakan salah seorang mahasiswa yang selama ini bersolidaritas dan memberikan pendampingan kepada warga terdampak pencemaran lingkungan oleh PT RUM di Kabupaten Sukoharjo. Pada Jumat (23/2), terjadi kekacauan dalam aksi massa di depan PT RUM guna menuntut penghentian kegiatan pabrik tersebut.
Hal inilah yang menjadi alasan Kepolisian menangkap Iss dan menuduhnya melakukan tindak pidana perusakan sebagaimana Pasal 187 ayat (1) dan (2) atau Pasal 170 ayat (1) KUHP.
Atas hal itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Tengah serta Badan Eksekutif Mahasiswa se-Soloraya mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah untuk mencermati kasus penangkapan aktivis lingkungan tersebut.
“Penyebab kekacauan saat itu harus diperjelas kepada publik, bahwa pokok persoalan sesungguhnya adalah pencemaran lingkungan oleh PT RUM yang dibiarkan berlarut-larut. Kami menyerukan agar semua pihak, terutama kepolisian mencermati perkara ini secara utuh,” kata Ivan Wagner, selaku Kuasa Hukum dari LBH Semarang yang mendampingi kasus tersebut, Rabu (23/5).
Selain itu, kata dia, masalah ini berlarut-larut juga karena gagalnya Bupati Sukoharjo dalam memenuhi tuntutan warga, serta adanya tindakan penyekapan dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga. Bahkan salah satunya adalah anak berumur 14 tahun.
“Kepolisian seharusnya bertindak secara seimbang, adil dan profesional dengan menghormati hak-hak tersangka. Kepolisian juga harus berhati-hati dalam memberikan pernyataan,” katanya.
Menurut dia, tidak ada niatan dari mahasiswa maupun warga terdampak untuk melakukan tindakan di luar batas kewajaran. Mahasiswa dan warga terdampak hanya memerjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana telah dijamin oleh konstitusi.
“Hal yang perlu digarisbawahi adalah permasalahan utama mengenai pencemaran lingkungan yang dilakukan PT. RUM dan dibiarkan berlarut-larut oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo,” katanya.
Sementara, kian hari, warga makin merasakan dampak pencemaran, baik udara maupun air. Padahal, warga telah menyuarakan pencemaran yang dilakukan oleh PT RUM sejak Oktober 2017. “Pihak kepolisian harus profesional,” tandasnya.
Iss ditangkap pada Minggu malam (4/3) sekitar pukul 23.45, di daerah Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Adapun keberadaan Iss dan rekannya di Jakarta bermaksud untuk melakukan pelaporan ke Komnas HAM terkait kasus pencemaran PT RUM ini.
Penangkapan dilakukan oleh Kepolisian Resort Sukoharjo, Jawa Tengah yang berjumlah sekitar 8 orang yang menggunakan pakaian sipil dan mobil pribadi. Penangkapan itu dilakukan tanpa terlebih dahulu menunjukkan surat perintah penangkapan, baik kepada Iss ataupun teman-temannya yang saat penangkapan sedang bersama Iss.
Ketika itu, Iss diborgol dan dibawa dengan mobil. Setelah menempuh perjalanan sekitar 3 KM, polisi baru menunjukkan surat perintah penangkapan kepadanya. “Fakta soal penangkapan itulah membuat teman-teman Iss bingung dan sempat menganggap Iss diculik oleh orang tidak dikenal. Ini semata karena tidak adanya informasi memadai yang diberitahukan polisi kepada teman-temannya,” katanya.
Sementara Abdul Ghofar dari Walhi Jawa Tengah mengatakan tampak ketidakprofesionalan pihak kepolisian dalam menangani kasus ini. “Polisi begitu cepat dalam memproses tindakan kerusakan aset milik PT RUM. Namun, di sisi lain, tindak pidana pencemaran lingkungan oleh PT RUM dan sebab-sebab kemarahan warga lainnya, seperti adanya pemukulan terhadap warga, masih diabaikan,” katanya.
Padahal, lanjut dia, warga sudah pernah melaporkan sebanyak dua kali dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan PT RUM yaitu ke Polres Sukoharjo maupun Polda Jateng. “Namun hal itu belum jelas tindaklanjutnya,” kata dia. (abdul mughis)
editor : ricky fitriyanto