SEMARANG (jatengtoday.com) – Beberapa hari terakhir, kondisi udara di Kota Semarang terasa lebih panas dibandingkan biasanya. Ternyata hal tersebut bukan tanpa sebab.
Kasi Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Semarang Iis W Harmoko menjelaskan, secara meteorologis itu terjadi lantaran suhu udara yang panas disertai dengan kelembapan udara tinggi.
Menurutnya, tingginya kelembapan udara ini menandakan banyaknya jumlah uap air yang terkandung pada udara. Semakin banyak uap air yang dikandung dalam udara, maka akan semakin lembap.
Fenomena tersebut, kata Iis, merupakan tanda dari masa peralihan atau transisi. Kondisi angin barat dan timur tak stabil. Sehingga, wajar jika masyarakat merasakan gerah atas cuaca saat ini.
“Pada masa transisi ini, pertumbuhan awan masih ada, kelembaban tinggi tapi potensi hujannya tak begitu besar. Jadi suasana yang dirasakan gerah. Ini terjadi khususnya di daerah pesisir,” jelasnya, Rabu (27/5/2020).
Karena itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan di masa pancaroba. Mengingat kondisi atau masa transisi perubahan musim akan mempengaruhi daya tahan tubuh.
Dia menambahkan, sejumlah wilayah di Jateng terpantau sudah mengalami pergantian musim dari penghujan memasuki musim kemarau.
Dari periode April hingga saat ini, tercatat hampir 40 persen wilayah Jateng sudah masuk musim kemarau. Seperti yang terjadi di Kudus, Pati, Jepara, Rembang, Blora, Grobokan, Demak.
Kemudian juga di Wonogiri bagian selatan, sebagian kecil Purworejo, Kebumen, Brebes bagian utara, sebagian kecil Pemalang dan Pekalongan.
Berdasarkan prediksi, puncak musim kemarau 2020 di Jateng umumnya terjadi pada bulan Agustus. (*)
editor: ricky fitriyanto