in ,

Rawan Tuntutan Hukum, Wabup Ingatkan Tak Boleh Ada Kekerasan di Ponpes

Angka kekerasan anak dan KDRT di Kabupaten Demak tergolong cukup tinggi. Bahkan ada di antaranya terjadi di lingkungan pondok pesantren anak.

Wabup KH Ali Makhsun saat memberikan sambutan arahan tentang pesantren ramah anak tanpa ada kekerasan, karena berpotensi bermasalah hukum. (istimewa)

DEMAK (jatengtoday.com) – Jika jaman dulu mengajarkan kedisiplinan pada santri dapat dilakukan sesuai ‘kebijakan’  pesantren, namun sekarang ‘menjewer’ saja bisa berbuntut tuntutan hukum.

Sehubungan itu lah Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P2PA) Kabupaten Demak menyelenggarakan Sosialisasi Pencegahan Tindak Kekerasan di Pondok Pesantren.

Berkoordinasi Seksi Pontren Kemenag Demak dan Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang, acara dimaksudkan memberikan pemahaman soal UU anti-kekerasan kepada para pengasuh pondok pesantren, sehingga mereka tak terjerat hukum ketika bermaksud mendisiplinkan santri-santrinya.

Wakil Bupati Demak KH Ali Makhsun saat membuka sosialisasi menyampaikan,  angka kekerasan anak dan KDRT di Kabupaten Demak tergolong cukup tinggi. Bahkan ada di antaranya terjadi di lingkungan pondok pesantren anak.

“Pesantren 10 atau 20  tahun lalu beda dengan sekarang. Dulu cara  tanamkan disiplin ada tindakan agak keras agar menimbulkan efek jera dan rasa takut. Sekarang sudah tidak jamannya. Jewer saja bisa dilaporkan. Makanya harus hati-hati, terlebih kalau sampai terekspos ke media sosial,” kata Wabup, didampingi Plt Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Maftukhah Kurniawati, beberapa waktu lalu.

Sehubungan itu pemerintah mempunyai fungsi pelayanan dan membantu masyarakat, melalui pemberian informasi ke pensantren tentang hukum. Sehingga pesantren tak terseret masalah hukum.

“Bahwa kekerasan tidak baik untuk pendidikan, kita semua sepakat. Meski kadang ada anak yang baru manut setelah dijewer, lebih baik kalau ada masalah dengan santri komunikasikan saja dengan pihak orang tua. Sebab saat ini tindak kekerasan meski untuk pendisiplinan, rawan masalah hukum,” imbuh Wabup.

Sementara itu Kasi Pontren Kemenag Demak Drs H Ahmad Anas MSi mengatakan, sejak 2019 seiring diterbitkannya UU Nomor 18 tahun 2019 tentang pesantren ada beberapa komponen harus dipenuhi  untuk dapat mendirikan pesantren.

Yakni adanya kiai yang lulusan pesantren dan tinggal  pesantren, figur yang mampu menjadi teladan,  pelindung, pengayom, pemomong, dan penjaga santri.

“Sebab sosok Kiai diharapkan rahmatan lil alamin, tidak melakukan kekerasan meski dengan alasan mendidik. Tidak boleh ada pelecehan dan eksploitasi,” ujarnya.

Selain itu harus ada santri mukim, punya asrama berkapasitas luas sehingga bisa menampung banyak santri. Lengkap dengan ketua kamar untuk minimalisir perbuatan kekerasan atau pelecehan. Selanjutnya ada masjid m, mushala atau tempat ibadah khusus untuk ibadah dan pengajian bersama.

“Pondok pesantren pola pendidikannya adalah kitab kuning dinsamping dirasah islamiah sebagai pelajaran inti,” imbuhnya.

Sedangkan Paulus Mujiran SSos MSi yang juga  Fasilitator Kabupaten/Kota Layak Anak Provinsi Jawa Tengah, memberikan materi tentang mengenal konvensi hak anak.  Bahwa hak anak sama dengan hak manusia. Termasuk di dalamnya hak kesehatan, pendidikan  dan kesejahteraan dasar. Serta materi tentang Pesantren Ramah Anak. (*)