SEMARANG (jatengtoday.com) – Panitia Khusus Rancangan Perda Perubahan Nama dan Bentuk Bank Pasar Kota Semarang (Pansus Raperda Bank Pasar) menyampaikan kritik terhadap Pemerintah Kota Semarang, khususnya pengelola Bank Pasar.
Kritikan disampaikan Sekretaris Pansus Raperda Bank Pasar M Sodri kala memimpin Public Hearing di ruang Sidang Paripurna DPRD Kota Semarang, Senin, (2/12/2019).
“Warga Semarang termasuk saya heran, mengapa namanya Bank Pasar, kok tidak ada di pasar. Yang eksis malah bank lain,” kata Sodri dalam sidang terbuka yang dihadiri seluruh anggota Pansus, para nasabah, unsur pemerintah, pengelola Bank Pasar, dan masyarakat umum.
Dalam acara tersebut para nasabah dipersilakan mengungkapkan unek-uneknya. Hampir seluruh perwakilan nasabah yang hadir dalam forum tersebut mengeluhkan layanan Kredit Wirausaha Bangkit Jadi Jawara (Wibawa) yang dirasa menyusahkan. Mereka menilai proses pengurusan Kredit Wibawa ini berbelit-belit, sulit, dan plafonnya semakin sedikit.
Salah satu nasabah, Diana, warga Jalan Brotojoyo Semarang Barat yang memiliki usaha air minum isi ulang merasa kurang puas dengan layanan BPR Bank Pasar. Menurutnya, Bank Pasar terlalu lama memproses pengajuan kreditnya. Bahkan hingga dua bulan tanpa kabar kejelasan.
“Tolong permudah prosesnya. Jangan terlalu lama menggantung nasabah. Pengajuan saya sudah dua bulan tidak direspon,” ujarnya.
Nasabah lain, Mujiati, mengatakan bahwa dia pernah mendapat fasilitas Kredit Wibawa untuk pemula sebesar Rp 5 juta. Namun kini, plafon kredit tersebut menurun menjadi Rp 4 juta.
“Saya mendapat Kredit Wibawa Rp 5 juta. Sekarang ini plafonnya berkurang menjadi Rp 4 juta. Bukankah seharusnya naik menjadi Rp 7 juta atau Rp 10 juta?,” tanya dia seraya meminta agar aspirasinya diperhatikan.
Selanjutnya, nasabah lain, Sri Harjono asal Rejosari Semarang Timur meminta Pemkot Semarang segera menangani keluhan para nasabah sebelum BPR Bank Pasar resmi ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Daerah.
“Saya ini pengusaha kecil. Berjualan jamur dan buah Carica kemasan. Saya ingin usaha saya difasilitasi kredit Bank Pasar. Saya minta bapak anggota Dewan meminta Pemkot merespon keluhan para nasabah,” tutur dia.
Direktur Utama (Dirut) BPR Bank Pasar Kota Semarang Agus Puji Kusumanto mengaku tidak tahu menahu mengapa setelah puluhan tahun berdiri, BPR Bank Pasar tidak ada di pasar.
Pemimpin bank yang baru menjabat pada Agustus 2019 ini menyatakan, akan langsung tancap gas membuat kebijakan mendirikan kantor kas di Pasar Induk Pedurungan dan Pasar Induk Bulu.
“Saya terus terang masih baru. Saya tidak tahu mengapa BPR Bank Pasar tidak ada di Pasar. Tapi kami akan tancap gas menjalankan tugas. Saya pastikan tahun 2020, kami akan ada di Pasar. Dimulai di Pasar Pedurungan dan Bulu,” terang mantan Dirut BPR Restu Arta Abadi Sukoharjo.
Lebih lanjut pria 45 tahun yang akrab dipanggil Agus ini menerangkan, apa yg dikeluhkan para nasabah, yakni tentang Kredit Wibawa, merupakan ranah Dinas Koperasi dan UKM Kota Semarang.
“Kredit Wibawa adalah kebijakan Wali Kota Semarang yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UKM. Bank Pasar sebagai channeling, bukan executing,” tuturnya.
Pola Channeling adalah pembiayaan konsumer atau multijasa yang diberikan oleh bank kepada anggota koperasi yang pengajuannya dilakukan secara massal (kelompok) melalui koperasi. Executing adalah pembiayaan modal kerja yang diberikan bank kepada koperasi untuk disalurkan kembali kepada anggota koperasi.
Dibeberkannya, kredit tersebut adalah pinjaman tanpa agunan yang merupakan layanan Pemkot Semarang kepada pengusaha mikro atau kecil. Atas berbagai pertanyaan nasabah, sambung dia, lebih tepat dijawab oleh Dinas Koperasi dan UKM. Namun dalam forum tersebut tidak ada pejabat Dinkop dan UKM yang hadir.
Pemimpin sidang, M Sodri ketika diwawancarai memilih berprasangka baik, bahwa DPRD mungkin tidak mengundang Dinkop dan UKM karena forum public hearing dimaksudkan hanya untuk mendengar aspirasi masyarakat.
“Mohon maaf bila tadi belum mendapat jawaban tuntas. Kami maklumi saja bila tidak semua pihak terkait diundang. Karena memang forum public hearing hanya untuk menerima masukan dan aspirasi rakyat,” terang Sodri. (*)
editor : ricky fitriyanto