SEMARANG (jatengtoday.com) — Warga bantaran Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, memperingati Hari Nelayan yang jatuh setiap tanggal 6 April. Bersama aktivis, puluhan warga yang terdampak normalisasi Sungai Banjir Kanal Timur, melakukan upacara simbolik di pinggir sungai, Sabtu (6/4/2019).
Rahmadi, salah satu warga yang dituakan di kampung tersebut berharap, upacara ini bisa memberi stimulan untuk menguatkan mental warga, sebelum nantinya tempat tinggalnya akan direlokasi. Meskipun tidak secara frontal, katanya, ini juga sebagai bentuk perlawanannya dalam menolak penggusuran.
“Jadi semoga dengan upacara ini mental kami akan lebih baik lagi, lebih kuat. Dan tujuan utamanya adalah sebagai perjuangan kami untuk melawan penggusuran. Walaupun kami tidak melawan secara langsung,” ujarnya.
Lebih jauh, ia berharap agar mata pencaharian warga Tambakrejo, khususnya yang masih bertahan di kawasan bantaran, bisa diberi kelancaran. Tidak ada lagi pengusiran. Karena bagaimana pun, kata Rahmadi, daerah pesisir Tambakrejo merupakan tempat tinggal yang sudah didiami puluhan tahun.
Sehingga, imbuhnya, jika memang relokasi adalah suatu keharusan, pihaknya ingin agar warga Tambakrejo bisa ditempatkan di lokasi yang lebih baik, atau minimal sama dengan yang sekarang ditempati.
“Harapan ke pemrintah supaya senantiasa memikirkan hak-hak nelayan, khususnya warga bantaran Tambakrejo ini. Bagaimana pun juga kami adalah warga negara yang sah. Kami perlu perlindungan dan kebijaksanaan yang bisa membawa kemaslahatan untuk semua pihak,” jelasnya.
Untuk diketahui, dalam peringatan Hari Nelayan ini, selain upacara juga ada serangkaian kegiatan lain, seperti kerja bakti bersama. Besok (7/4/2018) bakal ada Pasar Tiban Tambakrejo, Hias Perahu dan Wisata Perahu, serta berbagai lomba dan pertunjukan.
Sebelumnya, pada Jumat (5/4/2019) telah dilakukan kegiatan diskusi publik bedah Perda Jawa Tengah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Jateng Tahun 2018-2038. Acara berlangsung di kampus Unissula Semarang dengan menghadirkan perwakilan nelayan, akademisi, organisasi sipil, mahasiswa, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Biro Hukum Setda Provinsi Jawa Tengah.
Kemudian pada malam harinya dilanjutkan diskusi dan pemutaran Film Dokumenter “Sexy Killers” di Nir Cafe Gunungpati Semarang, yang menceritakan industri batubara dan dampaknya dari hulu (pertambangan) hingga hilir (bahan bakar PLTU) yang membawa dampak rusaknya ekosistem pesisir dan laut di sekitar PLTU berdiri. (baihaqi)
Editor: Ismu Puruhito