SEMARANG (jatengtoday.com) – Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) mengapresiasi Pemilu 2019 diwarnai adanya peran warga penyandang disabilitas menjadi calon legislatif.
Secara keseluruhan, sedikitnya tercatat 41 caleg disabilitas yang berlaga di Pemilu 2019 ini. Mereka akan menyuarakan kesetaraan hak bagi kaum disabilitas di Indonesia yang selama ini cenderung kurang mendapat perhatian pemerintah.
“Dari 41 caleg disabilitas yang maju di Pemilu 2019 itu, semua tidak ada yang beririsan dalam satu dapil. Sehingga peluang masing-masing bisa menjadi lebih besar,” kata Ketua I PPUA Penca, Heppy Sebayang kepada wartawan, Selasa (16/4/2019).
Dikatakannya, mereka tersebar di beberapa wilayah dengan partai berbeda-beda. Salah satu contohnya adalah penyandang disabilitas asal Yogyakarta, Anggiasari Puji Aryatie yang menjadi politisi NasDem. “Peluang keterpilihan disabilitas sangat besar. Karena, selain memberikan warna baru dalam dunia perpolitikan, para caleg disabilitas itu biasanya berasal dari kalangan aktivis yang telah memiliki jejaring antar komunitas,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, di daerah masing-masing mereka termasuk publik figur dan aktif berorganisasi antar komunitas. Sehingga jejaring mereka sudah terbentuk dari tingkat daerah. “Kami dari komunitas mendorong untuk mendukung caleg disabilitas tanpa memandang partainya. Teman-teman hampir berada pada Dapil yang berbeda, sehingga peluangnya besar. Kecuali kalau dalam satu dapil, akan berebut suara,” ungkapnya.
Pihaknya meyakini, ketika mereka terpilih menjadi anggota legislatif akan menyuarakan kesetaraan hak bagi kaum disabilitas. Pasalnya, kata dia, kurang perhatiannya pemerintah akan penyandang difabel disebabkan karena tidak ada yang menyuarakan.
Ditegaskan, salah satu hal utama yang perlu dilakukan oleh caleg disabilitas ketika lolos ke parlemen adalah mengimplementasikan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, tentang Penyandang Disabilitas. Salah satu amanatnya adalah pembentukan komisi nasional disabilitas, yang hingga kini belum terbentuk.
Para pejuang disabilitas diyakini tidak hanya eksklusif menguasai isu disabilitas. Mereka juga menguasai isu-isu yang lebih luas terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia
“Paling tidak yang pertama disuarakan adalah implementasi pembentukan komnas disabilitas. Karena kalau komnas itu terbentuk, semoga tercipta pemenuhan hak dan kesetaraan terhadap disabilitas,” ungkapnya.
Menurut Happy para caleg penyandang disabilitas juga relatif dikenal masyarakat. Hal ini karena para caleg kerap melakukan advokasi dalam kegiatan mereka di organisasi. Dikatakan Happy, jumlah penyandang disabilitas yang tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT) kurang lebih 1,25 juta orang. Tetapi menurut Happy jumlah sebenarnya penyandang disabilitas yang mempunyai hak pilih mencapai 12 juta jiwa.
“Banyak petugas pendaftaran pemilih, yang tidak mencatat disabilitas pemilih, akibatnya di dalam DPT jumlahnya lebih sedikit,” kata Happy.
Sementara itu, pengamat politik Reza Hariyadi mengatakan, penyandang disabilitas memiliki hak-hak, termasuk hak politik yang sama sebagai warga negara. Pengabaian terhadap eksistensi hak politiknya akan bertentangan dengan UU Nomor 19 tahun 2011 tentang Ratifikasi Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, dan UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Bahkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XIII/2015, menjamin hak pilih bagi penyandang disabilitas tunagrahita atau disabilitas mental selama tidak mengidap gangguan jiwa secara permanen dan dikonfirmasi oleh profesional.
“Hal tersebut untuk menjamin terlindunginya hak pilih penyandang disabilitas, sekaligus mewujudkan kualitas pemilu yang demokratis,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto