in

Pengembangan Kendaraan Listrik Diharapkan Fokus ke Transportasi Umum

SEMARANG (jatengtoday.com) – Saat ini, percepatan pengembangan kendaraan listrik untuk transportasi jalan sedang didengungkan pemerintah. Kendaraan listrik digadang-gadang menjadi solusi mengurangi polusi udara, kecelakaan, dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Akademisi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, menilai sudah semestinya isu tersebut bukan sekadar euforia industri kendaraan bermotor listrik. “Namun sebelum dikembangkan sangat diperlukan sinergitas kebijakan dan indikator kinerja utama antara kementerian dan lembaga terkait,” ungkapnya, Selasa (3/9/2019).

Dikatakannya, selama ini, akibat kurangnya sinergitas itu telah menyebabkan permasalahan di hilir. Seperti kemacetan, polusi udara, pemborosan energi, tingginya angka kecelakaan, dan ketidaktertiban berlalu lintas. Pemerintah yang telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan dinilai cukup positif untuk menekan polusi sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

“Namun, kebijakan itu semestinya secara simultan mampu mengurangi kemacetan lalu lintas, menekan angka kecelakaan, dan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM),” ungkapnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, insentif pengembangan transportasi umum menggunakan kendaraan listrik harus diberikan lebih besar ketimbang insentif pengembangan untuk kendaraan pribadi listrik. “Jika benar-benar serius, untuk transportasi umum harus lebih diprioritaskan. Kalau tidak begitu, polusi berkurang, namun kemacetan tak berkurang, hanya berganti moda. Tidak mengurangi mobilitas menggunakan kendaraan pribadi. Terlebih, tujuan dari menggunakan energi tidak dari fosil bukan hanya mengurangi polusi udara, namun dapat pula mengurangi kemacetan dan menekan angka kecelakaan,” katanya.

Selain itu, apabila pemerintah juga ingin mendorong pengembangan sepeda listrik, perlu ada pembatasan kecepatan. “Kapasitas silinder dibuat kurang dari 100 sentimeter kubik, sehingga akselerasinya tidak secepat sepeda motor yang ada sekarang. Tujuannya menekan angka kecelakaan, sekaligus mengondisikan pengendara agar menggunakan transportasi umum untuk perjalanan jarak jauh, sudah tidak memakai sepeda motor lagi,” bebernya.

Lebih lanjut, kata dia, kebijakan pemerintah juga harus mencakup aspek penghematan pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM). “Daerah-daerah di Indonesia yang selama ini sulit mendapatkan BBM seharusnya didorong sekalian untuk langsung memanfaatkan listrik sebagai energi penggerak kendaraan di daerah tersebut. Penggunaan kendaraan elektrik seperti itu sudah dilakukan di Asmat, Papua,” ujarnya.

Gugusan pulau-pulau kecil atau daerah kepulauan, kawasan pariwisata dapat didorong. Seperti kawasan wisata Pulau Gili Trawangan di Lombok, tidak mengizinkan kendaraan bermotor beroperasi, sepeda listrik boleh dipakai. “Wilayah pulau-pulau kecil, daerah terdepan dan terpencil, didorong pemakaian kendaraan bermotor listrik,” imbuhnya.