SEMARANG (jatengtoday.com) – Pengamat Ekonomi Unika Soegijapranata Semarang Profesor Andreas Lako mengapresiasi program Pemprov Jateng dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satunya Program Satu Desa Satu SKPD yang diinisiasi Pemprov Jateng.
Namun dia menyarankan agar semua program itu dilakukan secara berkelanjutan. Dengan begitu dapat lebih mempercepat penurunan angka kemiskinan.
“Satu Desa Satu SKPD, saya terus mengingatkan provinsi, jangan sampai itu hanya jadi sekadar lips service, tampilan politik. Sehingga masyarakat tidak begitu merasakan dampaknya. Saya melihatnya positif tapi harus berkelanjutan,” kata Lako ditemui di kampus Unika Soegijapranata, Jalan Pawiyatan Luhur, Bendan Dhuwur, Semarang, Kamis (16/1/2019).
Menurut dia, program tersebut harus berkelanjutan biar masyarakat benar-benar merasakan dampaknya. Bahkan sebisa mungkin didorong lebih mandiri.
“Jangan sekadar proyek, setelah itu hilang dan mati. Pengorbanan pemprov jangan mubazir. Kalau mau mendampingi, ya dampingi sampai berhasil. Harapan saya itu harus sungguh-sungguh, difokuskan. Kalau ini berhasil, luar biasa,” imbuh Lako.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini melihat langkah pemprov mengentaskan kemiskinan sudah tepat dan sesuai jalurnya. Namun, dia menekankan agar pemerintah melakukan pendampingan dengan hati, merasakan apa yang warga rasakan. Seperti merasakan bagaimana mereka bertahan, perjuangan, hingga mereka bisa membangun usaha dan bertahan.
“Mereka seperti bayi, besar dan sekolah. Mereka sudah berhasil? Tidak. Kita dampingi mereka hingga mandiri, baru pindah ke lainnya,” ujar dia.
Dampingi 14 Desa Sekaligus
Instruksi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan wakilnya Taj Yasin Maimoen untuk melakukan pendampingan di desa, langsung ditindaklanjuti. Tak hanya satu desa, sejumlah SKPD melakukan pembinaan di lebih dari satu desa.
Salah satunya Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jateng yang mendampingi 14 desa. Kepala Dinas ESDM Jateng Sujarwanto Dwiatmoko mengungkapkan, desa yang didampingi tersebar mulai Desa Kalitengah di Rembang, Desa Gedebeg di Blora, Desa Ngrandah di Grobogan, Desa Bancak di Semarang, Desa Mayungan di Klaten. Selain itu, ada desa-desa lain di Kabupaten Demak, Jepara, Pekalongan, Purworejo, Pemalang dan Banjarnegara. Program pengentasan kemiskinannya pun berbeda-beda sesuai dengan kategori kemiskinan di wilayah tersebut.
Ia menjelaskan, pendampingan dilakukan dengan terlebih dahulu mengklasifikasikan jenis kemiskinan di setiap wilayah. Kemudian, mereka memberikan bimbingan maupun bantuan sesuai kebutuhan warga desa.
Sujarwanto memberi contoh, saat mendampingi sebuah desa di Kabupaten Banjarnegara. Produksi salak yang melimpah di desa itu langsung ditindaklanjuti dengan pengolahan salak menjadi manisan hingga mencari mitra yang memasarkannya.
“Mereka sebenarnya sudah bisa membuat manisan salak, namun untuk penjualannya masih sulit. Nah, kami akhirnya mendampingi untuk mencarikan mitra pengusaha dari Wonosobo guna mencarikan pangsa pasar bagi petani-petani salak di sana,” ungkapnya.
Berbeda dengan yang dilakukan di Desa Ngrandah, Kecamatan Grobogan. Sujarwanto mengatakan, di tempat itu bantuan yang diberikan adalah ayam ternak bagi 500 keluarga. Diharapkan, ayam-ayam itu bisa menjadi nilai tambah ekonomi bagi ratusan keluarga miskin di wilayah itu.
“Tidak hanya itu, kami juga mengajak para pengusaha setempat untuk dapat mengucurkan dana CSR (Corporate Social Responsibility), untuk kemaslahatan warga miskin. Di Jepara, kami mengusulkan janda miskin tak bersuami, untuk dapat diterima bekerja di sebuah pabrik,” urainya.
Ditambahkan, meski belum ada evaluasi mendetail terhadap program yang dilakukan tersebut, namun berdasarkan respons masyarakat, dia yakin ikhtiar yang dilakukan Pemprov Jateng bisa mempercepat penurunan penduduk miskin. (sir)
editor : ricky fitriyanto