SEMARANG (jatengtoday.com) – Penerapan tarif khusus penumpang BRT Trans Jateng belum berjalan mulus. Kalangan buruh yang seharusnya cukup membayar Rp 2.000, kadang ditarik tarif normal, yakni Rp 4.000.
Hal tersebut diakui Kepala Dinas Perhubungan Jateng, Satrio Hidayat. Selama ini, buruh yang mendapat tarif khusus, hanya yang bisa menunjukkan kartu tanda pengenal perusahaan atau pabrik tempat mereka bekerja.
“Kalau yang tidak bisa menunjukkan itu, ya kena tarif normal. Padahal, buruh informal atau pekerja serabutan kan tidak punya id card. Padahal mereka juga buruh,” bebernya, Kamis (24/10/2019).
Karena itu, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng untuk mencari titik terang. Bagaimana pekerja nonformal mendapatkan identitas buruh agar bisa mendapatkan tarif murah ketika menggunakan layanan BRT Trans Jateng.
“Kami sedang formulasikan. Semoga dalam minggu ini bisa selesai,” tandasnya.
Dikatakan, minat masyarakat terhadap moda transportasi umum berbiaya murah sangat tinggi. Di dua koridor yang telah beroperasi, jumlah penumpang terus mengalami peningkatan.
Untuk koridor Semarang-Bawen, kata Satriyo, setiap hari rata-rata ada 5.700 penumpang yang menggunakan moda tranportasi umum itu. “Sementara di koridor Purwokero-Purbalingga, rata-rata penumpang perhari sebanyak 3.360 orang,” imbuhnya.
Tingginya minat masyarakat menggunakan BRT Trans Jateng juga berimbas pada peningkatan pendapatan. Pada bulan September 2019, pendapatan dari dua koridor tersebut sebesar Rp 8,047 miliar. (*)
editor : ricky fitriyanto