SEMARANG (jatengtoday.com) – Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa Batang-Semarang meski telah difungsikan sebagai jalur mudik dan balik lebaran 2018 ini masih menyisakan persoalan. Di satu sisi, para pemangku kebijakan mendesak kontraktor pelaksana agar pembangunan jalan tol yang membelah Pulau Jawa ini cepat selesai. Namun di sisi lain masih ada kendala pembebasan lahan yang berlarut-larut.
Baik pembebasan lahan milik warga maupun lahan wakaf. Di wilayah Kota Semarang, beberapa benda wakaf berupa makam dan masjid masih berdiri di tengah jalur bebas hambatan ini.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Supriyadi menilai, meskipun pembangunan jalan tol tersebut dikerjakan oleh pemerintah pusat, namun perlu sinergi dengan pemerintah daerah baik pemerintah kota maupun pemerintah kabupaten.
“Terkendala pembebasan lahan misalnya, Pemkot tidak boleh lepas tangan. Di wilayah Semarang masih ada persoalan relokasi makam dan masjid di proyek pembangunan jalan tol. Pemkot Semarang mestinya harus terlibat penyelesaian pembebasan lahan agar cepat beres,” katanya, Senin (25/6).
Mengapa demikian? Sebab, Pemda merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat. Sehingga setiap persoalan yang dikerjakan pemerintah pusat di wilayah pemkot/pemkab apabila menemui kendala, harus ada sinergi.
“Setiap pembebasan lahan dalam proses pembangunan selalu memiliki persoalan kompleks. Sebab, pembebasan lahan bersentuhan langsung dengan masyarakat,” katanya.
Oleh karena itu, Pemkot Semarang diminta membantu penyelesaian persoalan pembebasan lahan masjid dan beberapa lahan makam yang terdampak pembangunan jalan tol di Kota Semarang. “Pemkot Semarang mestinya tidak lepas tangan begitu saja,” katanya.
Lebih lanjut, pemerintah daerah harus bersama-sama duduk satu meja untuk mengurai setiap persoalan maupun kendala yang terjadi dalam pembangunan yang dikerjakan pemerintah pusat. Tidak hanya itu, semua instansi pemangku kepentingan yang bersangkut paut dengan program tersebut harus turun membantu mengurai masalah. Misalnya Kementerian Agama (Kemenag) terkait dengan penggantian benda wakaf.
Apabila semua pihak tidak duduk satu meja, lanjutnya, tentu saja berakibat persoalan tersebut berlarut-larut. Apalagi pemerintah pusat juga tidak bisa turun lapangan secara intensif. “Maka perlu adanya sinergi dengan pemerintah daerah. Yang terjadi selama ini terkesan berjalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Kabid Pertamanan dan Pemakaman Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Semarang, Suriyati, sebelumnya mengatakan Pemkot Semarang tidak memiliki tanggungjawab dalam pembebasan lahan makam di Plampisan, Jalan Honggowongso, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang yang terdampak pembangunan jtol Trans Jawa Semarang-Batang.
“Tidak, lahan makam yang terdampak pembangunan tol terlepas dari tanggungjawab Pemkot. Apalagi makam tersebut murni dikelola oleh warga (bukan lahan milik pemkot),” katanya.
Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang, B Wibowo Suharto mengatakan, ada sebanyak 15 bidang tanah wakaf di Kecamatan Ngaliyan dan Semarang Barat terdampak pembangunan Jalan Tol Batang-Semarang. Sejumlah benda wakaf tersebut masih menunggu proses administrasi yang membutuhkan prosedur panjang.
“Kendalanya hanya masalah normatif, yakni terkait regulasi Undang-Undang (UU) wakaf dan Peraturan Pemerintah (PP) Perwakafan yang membutuhkan proses panjang. Misalnya syarat pengganti benda wakaf harus ada pengganti lahan. Artinya, tidak boleh diganti dalam bentuk uang,” katanya.
Salah satu contohnya adalah Masjid Jami Baitul Mustaghfirin di Kelurahan Tambakaji, Ngaliyan, Kota Semarang, dan sebuah makam seluas 5.300 meter per-segi di Plampisan Ngaliyan Semarang. “Sudah ada pengganti lahan, tanah sudah disiapkan, sedang proses dibangun,” katanya.
Selain Masjid Jami Baitul Mustaghfirin, ada lahan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Islam, dan MI Nurul Huda. “Tinggal menyisakan beberapa bidang lahan yang masih menunggu proses penyelesaian,” katanya. (abdul mughis)
editor : ricky fitriyanto