in

Pekan Literasi: Kolaborasi Hysteria dengan Kedai Kopi ‘Hidden Gem’ Tembalang di Penta Klabs 5

SEMARANG (jatengtoday.com) – Jika mendengar kata Tembalang, salah satu hal yang bisa dibayangkan adalah kebisingan laju kendaraan setiap pagi, sore, hingga malam hari.

Pada jam-jam produktif itu, jalanan sekitar Tembalang penuh dengan lalu lalang para mahasiswa, pekerja kampus, dan pekerja informal yang sibuk beraktivitas.

Baik di sekitar Universitas Diponegoro (Undip) Tembalang, Politeknik Negeri Semarang (Polines), Politeknik Kemenkes Semarang (Poltekkes), maupun Universitas Pandanaran (Unpand).

Tetapi, ada satu tempat yang cukup sunyi dan sepi, jauh dari hingar bingar suara knalpot motor yang terus meraung setiap harinya. Ialah sebuah kedai kopi hidden gem bernama Amerta Home Brewer.

Letaknya tidak terlalu susah dicari, meski nampak ‘nyempil’ di dalam gang. Amerta Home Brewer berada di antara bangunan-bangunan rumah bertingkat, tempat kos-kosan mahasiswa, maupun pekerja kantoran, hingga rumah warga lokal.
Amerta Home Brewer berlokasi di belakang kampus Poltekkes Kemenkes Semarang, yang sebenarnya secara administrasi daerah, tidak termasuk dalam wilayah Kecamatan Tembalang. Tepatnya di Jalan Tirto Agung Barat 1 no.4, Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.

Selain menikmati menu yang disediakan, jika kalian datang di waktu yang tepat, kalian bisa menemui berbagai kegiatan literasi yang digelar oleh Komunitas Amerta, meski sifatnya cukup terbatas.

“Amerta awalnya hanya sebagai tempat untuk berkumpul. Kemudian beberapa teman menjadikan kedai ini sebagai ruang untuk membicarakan buku-buku bacaan favorit mereka, dan nonton film, sekaligus mendiskusikan secara bersama,” jelas Dika Prabowo (30), selaku pemilik Amerta Home Brewer.

Berdasarkan keterangannya, Amerta mulai beroperasi sejak tanggal 1 Agustus 2020. Lima tahun bukan waktu yang singkat jika melihat banyaknya kedai maupun coffee shop yang muncul dan tenggelam di daerah Tembalang.

“Tahun 2020 ketika virus Covid-19 datang, teman-teman mendorong saya untuk membuka warung kopi supaya bisa menjadi tempat berkumpul ditengah keterbatasan berbagai aktivitas,” ungkap lelaki yang kerap disapa Dika tersebut.

Setelah 1 tahun menjalankan kedai kopi dengan pembatasan aktivitas yang sangat ketat, di tahun kedua, barulah ia membuka ruang untuk agenda-agenda komunitas. Bersama dengan para pengunjung tetap yang mayoritas adalah anak muda.

Komunitas tersebut, kemudian dikatakan Dika, resmi berdiri sejak pertengahan tahun 2021, silam.

“Tahun 2025 ini merupakan tahun kelima Amerta Home Brewer muncul sebagai ruang bercengkrama para pelanggan,” kata Dika.

“Selama 5 tahun ini, banyak aktivitas yang telah digelar di kedai. Seperti diskusi buku, pemutaran film, lokakarya seni. Hingga acara sastra, semacam pembacaan puisi bersama,” lanjutnya.

Jika dilihat lebih jeli, tak ada nama besar nan populer yang muncul di poster-poster kegiatan mereka. Semua yang menginisiasi dan berpartisipasi adalah orang-orang biasa yang ada di lingkaran mereka sendiri.

Dika juga menjelaskan bahwa meski tak sebesar kedai kopi mainstream dan semewah coffee shop lain di sekitarnya, Amerta selalu menjadi tempat ‘pulang’ mereka yang ingin merasakan ketenangan. Serta perbicangan-perbincangan hangat yang lebih intim dan dekat.

“Ini sebenarnya rumah mertua saya. Halamannya saya sulap menjadi kedai. Memang tidak terlalu besar, tapi justru di situ poinnya. Beberapa orang justru datang lagi ke sini, karena di sini tidak berisik. Tidak serame tempat lain,” jelas Dika.

Dalam tahun kelima ini pula, Amerta berkesempatan menjadi salah satu kolaborator dalam program “Art Project Untuk Perhatian” yang merupakan salah satu Event Sites Specific Art Project Biennale – Penta Klabs 5, Kolektif Hysteria.

Dengan tajuk “Tulang Lunak Bandeng Juwana”, Penta Klabs 5 yang diselenggarakan tahun ini berfokus pada isu ketahanan komunitas kesenian dan kebudayaan di Kota Semarang.

Berdasarkan hasil kurasi, Amerta Home Brewer dipilih, sebagai bagian dari pwerujudan manifesto “Tulang Lunak Bandeng Juwana”, tersebut.

Yakni, konsistensinya sebagai komunitas maupun ruang, untuk terus menjalankan berbagai aktivitas diskusi berbagai topik di tengah keterbatasan yang ada.

“Amerta dipilih karena kami melihat Tembalang, sebagai salah satu wilayah yang dekat dengan kampus dengan aktivitas kebudayaan yang sangat minim,” kata Ragil Maulana, selaku perwakilan Kurator Penta Klabs 5.

“Namun dengan kondisi ekosistem yang semacam itu, Amerta membuktikan diri, bisa tetap beraktivitas hingga hari ini, dengan segala keterbatasannya,” lanjutnya.

Senada dengan hal tersebut, Kepala Project Penta Klabs 5, Anita Dewi Astuti, menjelaskan bahwa kegiatan-kegiatan literasi yang diadakan oleh Amerta, cukup unik.

“Selain lokasi mereka yang berada di dalam gang, beberapa diskusi yang dilaksanakan di sana cukup kontekstual dan menarik,” kata Anita Dewi A.

“Dan yang terpenting, kegiatan mereka itu tidak berpatok dengan sedikit-banyaknya orang, tidak seperti penyelenggara acara lain yang sudah pusing duluan, karena was-was tidak ada yang nonton,” tambahnya.

Sebagai kolaborator Penta Klabs 5, Amerta menggelar kegiatan selama sebulan penuh, setiap hari Jumat, di bulan Agustus 2025.

Mulai dari Pekan Baca Amerta yang terlaksana pada tanggal 8 Agustus 2025, di mana setiap peserta diberikan waktu selama 1 jam untuk membaca buku kumpulan puisi karya Theoresia Rumthe dengan judul “Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi”.

Lalu secara bergiliran peserta diminta untuk membacakan puisi mana yang menurut mereka menarik beserta dengan alasannya.

Pada minggu kedua, tepatnya tanggal 15 Agustus 2025 dilanjut dengan lokakarya cetak tinggi/ linocut dengan tema “Jejak yang Tumbuh”.

Di mana fasilitator program memberikan penjelasan singkat mengenai sejarah teknik cetak cukil, untuk kemudian setiap peserta memulai praktik mencukil dengan 10 gambar yang disesuaikan dengan tema.

“Yang menarik adalah hampir semua peserta baru mencoba teknik cetak ini. Dan ada salah satu audiens yang menggambar sendiri interpretasinya mengenai tema acara. Gambarnya berupa buku yang di atasnya tumbuh bunga bermekaran,” kata Dika.

“Dia memiliki inisiatif untuk merespon ruang yang kita tempati ini dengan bentuk gambar yang cukup sederhana namun sangat bermakna bagi saya,” lanjutnya.

Pada Minggu ketiga dan keempat nantinya akan dilaksanakan kegiatan Temu Puisi dan Semalam Lebih Dekat.

Di mana setiap peserta yang hadir, juga nantinya akan diminta untuk mengirim puisi buatan mereka sendiri yang kemudian akan dikurasi oleh Amerta

“Nantinya puisi-puisi yang terkumpul itu akan dibacakan sendiri oleh penciptanya. Dan lalu akan dibicarakan secara bersama mengenai kenapa puisi itu dibuat. Kemudian fasilitator akan memberikan masukan atau berbagi pengetahuan mengenai penulisan sebuah puisi,” pungkas Dika.

Diketahui sebelumnya, Program Penta Klabs ini didukung secara penuh oleh Event Strategis, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (RI), melalui program Dana Indonesiana.

Segala informasi mengenai kegiatan yang ada dalam program ini bisa dilihat di kanal media sosial Instagram @grobakhysteria atau @penta_k_labs. (*)