in

Pasar Ponsel Bergeser ke Menengah, Vendor Lokal Makin Goyah

JAKARTA (jatengtoday.com) – Peningkatan pertumbuhan konsumsi perangkat ponsel pintar (smartphone) segmen menengah (mid-range) semakin menggerus pasar pemula (low-end) di Tanah Air. Vendor lokal sulit menandingi serbuan ponsel Cina yang menyasar semua segmen.
Lembaga riset pasar IDC membagi segmen pasar ponsel menjadi empat kategori yakni ultra low-end di bawah 100 dolar AS (kurang dari Rp1,4 juta), low-end 100-200 dolar AS (sekitar Rp1,4 juta-Rp2,8 juta), mid-range 200-400 dolar AS (sekitar Rp2,8 juta-Rp5,6 juta), dan high-end di atas 400 dolar AS (lebih dari Rp5,6 juta).
Analis Pasar IDC Indonesia, Risky Febrian memaparkan, dalam dua tahun terakhir pergeseran yang paling besar ke arah low-end, yaitu di sekitar harga 100-200 dolar AS.
“Tapi makin ke sini, perubahan itu makin tinggi, pertumbuhan di segmen yang mid-range,” kata Risky di Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Pada 2016, Risky mengatakan segmen pasar ponsel paling besar di Indonesia masih ada pada kategori ultra low-end, yaitu pasar dengan harga di bawah Rp1,4 juta.
“Tiga tahun lalu, masih 30 sampai 40 persen. Sekarang pada Q3 2019, segmen ultra low-end hanya 19 persen. Sedangkan, kombinasi low-end dan mid-end sudah mencapai lebih dari 70 persen,” kata Risky.
Pergeseran tren dari segmen ponsel itu, menurut Risky, terjadi semenjak kehadiran beberapa merek ponsel pintar yang agresif, seperti ponsel-ponsel pintar asal Cina.
Risky melihat para vendor menawarkan produk mid-range dengan nilai tambah yang lebih tinggi daripada produk-produk yang ada di segmen low-end.
Pergeseran pasar itu juga didorong pola konsumsi konsumen yang cenderung membutuhkan ponsel pintar dengan spesifikasi yang lebih tinggi demi mendukung tren gaya hidup ber-gawai, seperti mobile gaming dan juga konsumsi multi-media yang tinggi.
Sulit Bersaing
Pergeseran tren konsumen dari segmen ultra low-end ke mid-range juga berdampak pada vendor lokal, seperti Advan dan Evercoss yang sebagian besar menghadirkan produk mereka di segmen ultra low-end.
“Produk lokal makin ke sini, makin sulit berkompetisi karena kami melihat tahun sebelumnya masih ada produk lokal yang masuk ke Top 5,” kata Risky.
“Sedangkan tahun ini cukup sulit karena seluruh vendor di Top 5 makin masuk ke seluruh segmen,” ujarnya.
Sebelumnya, vendor lokal bermain cantik pada segmen ultra low-end dan low-end, dengan harga berkisar Rp 1 juta sampai Rp 2 juta. Mereka juga dinilai mampu berkompetisi pada segmen pasar tersebut.
“Tapi makin ke sini, banyak vendor global yang agresif pada rentang harga ponsel satu sampai dua juta. Itu membuat vendor lokal sangat sulit berkompetisi,” kata Risky.
Spesifikasi vendor lokal cenderung kalah jauh dibandingkan ponsel-ponsel pintar yang masuk dalam peringkat lima besar pasar Tanah Air seperti Samsung, Oppo, Vivo, Realme dan Xiaomi.
Risky memperkirakan vendor ponsel pintar lokal Indonesia akan menggeser bisnis mereka dengan memproduksi perangkat pintar lainnya.
Mereka bukan hanya fokus ke ponsel pintar. Banyak merek lokal menawarkan perangkat smart home atau smart tv, wearable devices, seperti smartwatch,” ujarnya. “Itu menjadi strategi mereka. Untuk selamat, mereka tidak lagi bergantung pada produk smartphone,” tutup Risky. (ant)
editor : tri wuryono

Tri Wuryono