in

Cicipi Omzet Pertashop, Pengusaha SPBU di Semarang Langsung Kepincut Investasi dan Ingin Punya 5 Outlet

Petugas Pertashop Balncir Semarang sedang melayani pembeli. (ajie mahendra/jatengtoday.com)

SEMARANG (jatengtoday.com) – Bahan Bakar Minyak (BBM) boleh dibilang salah satu bisnis yang menggirukan. Pasalnya, nyaris semua orang yang menginjak usia dewasa, punya kendaraan bermotor pribadi untuk menunjang mobilitas.

BBM seolah sudah menjadi kebutuhan primer masyrakat urban dan pedesaan. Fenomena ini menjadi peluang membuka ladang bisnis. Jual-beli BBM, misalnya.

Sayangnya, untuk membuka satu titik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), butuh modal sangat besar. Miliaran, bahkan di daerah tertentu bisa tembus puluhan miliar rupiah. Bagi investor minim modal pun harus berpikir dua kali untuk membua kios bensin eceran, karena melanggar Pasal 53 UU 22 Tahun 2001 tentang Migas.

Kini, Pertamina menawarkan bisnis BBM yang bisa lebih luas menjangkau investor. Yakni Pertashop. Dengan Pertashop, investor berhak membuka kios penjualan BBM di lahan terbatas, dan dilindungi Undang Undang. Bahkan mendapat pendampingan resmi dari Pertamina.

Pertashop menjadi bisnis menggiurkan karena tidak butuh modal besar. Perizinanya pun tidak begitu rumit. Hanya butuh surat ‘restu’ dari kelurahan datau kepala desa saja, Pertamina sudah membolehkan Pertashop beroperasi.

Alasan itulah yang membuat Susanto, warga asal Salatiga, kepincut membuka Pertashop. Susanto yang sudah membuka SPBU di Kota Semarang lebih dari 10 tahun ini mulai menyeriusi bisnis Pertashop.

Tak tanggung-tanggung, dia ingin membuka 5 titik Pertashop. Karena dia sudah merasakan bisnis Pertashop jauh lebih menguntungkan daripada SPBU.

Susanto sudah mencicipi manisnya buah Pertashop. Dia bersama rekannya mengoperasikan Pertashop di bilangan Blancir, Kota Semarang, sejak pertengahan bulan puasa tahun lalu.

Waktu itu, Susanto yang sudah makan asam garam di dunia SPBU, kepincut dengan Pertashop yang digembar-gemborkan Pertamina lewat sejumlah media online.

“Tahun 2019 lalu, saya lihat berita di internet, Pertamina membuka peluang bisnis Pertashop yang mirip SPBU, tapi lebih kecil,” ucapnya ketika ditemui, Sabtu (30/10/2021).

Dari pemberitaan tersebut, Susanto dan rekannya langsung tertarik. Mereka mencari lahan di Kota Semarang untuk dijadikan outlet Pertashop. Dari ilmu yang sudah didapatkan dari SPBU, Susanto cukup jeli memilih lahan.

Dia pun memilih bilangan Blancir. Selain ramai lalu-lalang kendaraan bermotor, juga berdekaatan dengan permukiman padat penduduk. Lokasinya pun jauh dari SPBU. “Pom bensin yang paling dekat dari sini di situ, Plamongan Sari. Jaraknya sekitar 3-4 kilometer kalau dari sini,” katanya.

Setelah menghitung tingkat keramaian kendaraan bermotor, terutama roda dua, Susanto memutuskan untuk menyewa lahan. Dia mendapatkan lahan seluas 600 meter persegi untuk dijadikan outlet Pertashop.

Kemudian Susanto mengurus perizinan yang ditentukan Pertamina untuk membuka Pertashop. “Di awal nyaris tidak ada kendala. Mudah, malah. Karena hanya minta surat izin dari kelurahan setempat,” terangnya.

Sembari mengurus izin di kelurahan, Susanto mulai mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk Pertashop. Termasuk memesan modular. Proses yang harus dilewati lebih cepat dari dugaan. Hanya dalam kurun waktu 1,5 bulan saja, dia sudah mendapat izin operasional Pertashop.

“Kalau urus izin dari warga dan kelurahan itu sekitar satu minggu. Pembangunan satu bulan, kemudian modular datang langsung operasi. Kira-kira 1,5 bulan sudah operasional,” paparnya.

Pemesanan modular, lanjutnya, juga sangat cepat. Hanya tiga hari. “Pesan hari Senin, bayar, kemudian hari Kamis sudah datang. Saya juga kaget kok bisa cepat. Waktu itu kami mulai mengurus menjelang bulan puasa tahun 2020. Targetnya pas Lebaran sudah beropasi. Eh, di pertengahan bulan puasa malah sudah boleh jalan,” imbuhnya.

Modal Rp500 Juta

Susanto hanya butuh modal sekitar Rp500 juta untuk membuka Pertashop di Blancir Kota Semarang. Itu sudah termasuk sewa lahan seluas 600 meter persegi, modular seharga Rp250 juta, dan pembangunan lahan seperti tanki penyimpanan BBM berkapasitas 3.500 liter.

Menurutnya, modal Rp500 juta termasuk ringan untuk memulai bisnis BBM. Pasalnya, jika dilihat dari rata-rata omzet perhari dari penjualan Pertamax di Pertashop, Susanto memperkirakan bisa break even poin (BEP) alias balik modal dalam 2 tahun saja.

Maklum, Pertashop Blancir yang dikelolanya sudah ramai meski baru beroperasi. Omzetnya sudah tergolong tinggi. Rata-rata bisa menjual 1.700 liter Pertamax per hari. Ketika weekend, bisa termbus 2.000 liter per hari.

“Saya ikut Pertashop yang gold dengan kapasitas tanki penyimpanan 3.500 liter. Jadi setiap hari harus order pengiriman BBM dari Pertamina. Alhamdulillah sampai sekarang tidak ada kendala dalam distribusi BBM,” jelasnya.

Setelah merasakan cepatnya perputaran uang di bisnis Pertashop di Blancir, Susanto memutuskan untuk membuka outlet lagi di Jalan Imam Bonjol Salatiga. Di sana, dia mendapatkan lahan 15 meter x 15 meter.

“Baru beberapa bulan buka di Semarang, saya memutuskan untuk membuka lagi, tapi di Salatiga. Lahannya sewa juta. Sepertinya di sana potensial untuk dibuka Pertashop,” bebernya.

Selain itu, lahan sisa di bagian belakang modular Pertashop akan dimanfaatkan untuk penujualan produk UMKM lokal sebagai laba tambahan.

“Ini yang belakang kan masih ada sisa lahan, mau dibangun dan disewakan untuk jualan UMKM. Kami masih konsultasi dengan Pertamina, karena kalau mau ada kompor, kan harus ada ketentuan berapa jarak titik api dari modular,” tambahnya.

Diceritakan, progres pembukaan Pertashop yang ada di Salatiga mengalami kendala. Sudah sekitar tiga bulan ini, Pertashop belum bisa operasional.

“Kendalanya di perizinan karena ternyata di aturan di Kota Semarang dan Salatiga berbeda. OSS (Online Single Submission) di sana baru,” terangnya.

Selain itu, pemesanan modular Pertashop juga tidak secepat di Salatiga. “Mungkin karena sekarang peminat (membuka Pertashop) banyak, jadi modularnya inden,” tuturnya.

Meski begitu, Susanto tetap berupaya membuka Pertashop di Salatiga secepat mungkin. Pasalnya, dia punya target membuka tiga outlet lagi hingga punya lima Pertashop di wilayah Jateng.

Obsesi itu muncul karena BEP Pertashop lebih cepat dari bisnis SPBU. Dia memberi gambaran bisnis BBM di SPBU yang telah dimulainya 10 tahun silam.

“Dulu saya modalnya besar, sampai Rp5 miliar. Sekarang mungkin butuh Rp10 miliar lebih. BEP kira-kira 5-8 tahun. Itu kalau ramai sesuai perkiraan. Kalau sepi mungkin 10 tahun lebih,” jelasnya.

Sementara Pertashop, lanjutnya, hanya modal Rp500 jutaan, bisa balik modal sekitar 2 tahun. “Sekarang, kalau saya punya Rp10 miliar, daripada buka 1 SPBU, saya lebih memilih membuka 20 Pertashop,” tegasnya.

Jangkau Wilayah Pedesaan

Area Manager Communication, Relations dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho menjelaskan, Pertashop memang menjadi angin segar bagi investor dan warga pedesaan.

Keberadaannya yang dekat dengan perkampungan atau jauh dari pusat kota, memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pasokan BBM. Mereka tidak perlu lagi repot-repot melancong ke SPBU yang biasa berada di jalan raya, untuk mengsi bensin. Atau mungkin terpaksa mengalah merogoh kocek lebih dalam agar bisa mengisi tanki kendaraan bermotor di kios bensin eceran.

Dikatakan, minat para investor untuk membuka Pertashop sangat tinggi. Sejak dikenalkan, permintaannya terus melonjak. “Sebagai gambaran, pada April 2021 kemarin baru ada sekitar 200an Pertashop di wilayah Jateng-DIY. Di pertengahan Oktober kemarin, total Pertashop sudah tembus 642 titik. Meningkat tiga kali lipat,” paparnya.

Permintaan paling tinggi masih didominasi Kabupaten Cilacap. Sementara di perkotaan, karena memang sudah banyak titik SPBU, hanya sedikit dan berada di perbatasan saja.

“Contohnya di Kota Semarang ini hanya ada 4 Pertashop, sementara di Kabupaten Semarang sudah ada 11 outlet,” bebernya.

Tim Analisis Pertamina

Dari datanya, penjualan BBM di Petashop wilayah Jateng-DIY, rata-rata sudah tembus di atas 1.000 liter per Pertashop. Penjualan tersebut sudah masuk golongan tinggi.

Maklum, Pertamina tidak sembarangan memberi izin kepada investor meski punya lahan dan modal besar. Pertamina punya standar khusus dengan menerjunkan tim analisis.

“Saat mengajukan izin, ada tim analisis yang melakukan survei di lokasi yang akan dibangun Pertashop. Jika memang ramai dan memungkinkan, ya oke. Kalau dinilai tidak memungkinkan, akan kami sampaikan ke calon investor, daripada nanti ketika sudah operasional malah susah menjual BBM,” paparnya.

Dikatakan, untuk Pertashop yang gold, hanya ditarget menjual sekitar 400 liter per hari. “Agar bisa keekonomian paling tidak harus menjual 400 liter per hari,” imbuhnya.

Dikatakan, Pertashop ditawarkan dalam tiga paket. Gold, diamond, dan platinum. Jenis Pertashop tersebut disesuaikan dengan kapasitas tanki timbun dan luas lahan yang digunakan.

Persoalan Modular

Terkait keluhan Susanto terkait pengiman modular di Salatiga yang tidak secepat di Semarang, Bastro mengakui memang terjadi. Pasalnya, tingginya permintaan membuat distribusi modular terkendala.

“Soal modular, kami memang bekerjasama dengan pihak ketiga. Melonjaknya permintaan modular untuk Pertashop mengalami penyesuaian dan akan kami komunikasikan terus,” katanya.

Sementara itu, PT Pindad International Logistic (PT PIL) yang merupakan pengoperasian PT Pindad (Persero) dalam hal pabrikator modular Pertashop, memastikan ketersediaan ratusan unit untuk mendukung percepatan pertumbuhan Pertashop.

Ketika dihubungi, Direktur Utama PT PIL, Suresh Ferdian, mengaku pihaknya akan bekerja semaksimal mungkin. Dia juga menuturkan untuk proaktif dalam mendukung program percepatan implementasi Pertashop ke desa-desa.

“Sesuai pada visinya yakni mengoptimalkan kontribusi BUMN dalam pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga untuk pembangunan perekonomian desa menjadi penting agar masyarakat dapat bekerja,” jelasnya.

Dikatakan, Pertashop juga menjadi pilihan tepat untuk dijadikan investasi karena proses persyaratan yang mudah hingga untuk biaya yang dikeluarkan pun ringan.
“Peluang kemitraan  yang ditawarkan Pertamina melalui Pertashop ini tentunya menjadi pilihan tepat, dari persyaratan yang mudah hingga biaya yang dikeluarkan sedikit, tentunya dengan hasil jangka panjang yang menjanjikan,” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *