SEMARANG (jatengtoday.com) – Gelombang penolakan terhadap kebijakan Omnibus Law yang diusung Presiden Joko Widodo mulai masif di daerah. Omnibus Law merupakan produk Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk mencabut atau mengubah beberapa UU sehingga menjadi lebih sederhana.
Tujuannya menyederhanakan regulasi yang kerap berbelit-belit dan panjang dengan alasan mendukung investasi, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan menumbuhkan ekonomi nasional. Namun dalam praktiknya, dinilai memuat berbagai aturan yang merugikan kaum buruh.
Sekompok buruh di Kota Semarang dengan tegas menolak Omnibus Law tersebut. Mereka menggelar aksi penolakan terhadap rencana penerapan Omnibus Law di Jalan Pahlawan Semarang.
“Omnibus Law ini mengancam nasib buruh,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (FSP KEP) Jawa Tengah, Ahmad Zainuddin, Minggu (9/2/2020).
Dikatakannya, pemerintah Indonesia saat ini sedang menyusun Omnibus Law yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM. Namun dalam praktiknya, Omnibus Law dikhawatirkan memunculkan produk hukum lain yang merugikan buruh.
“Di antaranya, pemerintah atas desakan pengusaha akan mengurangi hak pesangon, adanya upah di bawah UMK untuk padat karya (sektor garmen), jam kerja akan dibuat fleksibel (upah didasarkan jam kerja), kontrak dan outsourcing dipermudah/diperluas, penghilangan jaminan sosial, tenaga kerja asing dipermudah,” katanya.
Tidak hanya itu, sanksi pidana bagi pengusaha nakal juga akan dihapus, penghilangan label halal pada produk makanan, akan masuk ke dalam Omnibus Law. “Mengingat yang duduk di DPR RI banyak pengusaha, dapat dipastikan tidak akan adil dalam merealisasikan kepentingan para pihak dan akan memihak kepada kemauan pengusaha,” katanya.
Menurutnya keinginan pemerintah Jokowi yang ingin membuat Omnibus Law ini merupakan kesalahan fatal. Ini menjadi bukti pelepasan tanggung jawab negara atas nasib rakyat. “Melalui kebijakan seperti ini sama saja merupakan penindasan negara terhadap rakyat secara masif, sistematis dan terstruktur. Sebab, berdampak luas pada buruh dan rakyat di seluruh Indonesia,” katanya.
Pihaknya mendesak pemerintah agar membatalkan rencana pembuatan Omnibus Law dan memperbaiki kualitas regulasi ketenagakerjaan yang sudah ada. “Karena jika Omnibus Law jadi disahkan sama halnya negara melegalkan perbudakan rakyatnya sendiri,” katanya.
Omnibus Law juga membebaskan perusahaan swasta dari kewajiban sebagaimana diterapkan oleh pemerintah, tidak peduli kerugian sosial yang diakibatkan. (*)
editor: ricky fitriyanto