SEMARANG (jatengtoday.com) – Edukasi dan literasi utamanya dari OJK dan stakeholder terkait dan mendapat dukungan media massa harus dilakukan secara massif, agar masyarakat terhindar atau tidak lagi menjadi korban dari jeratan pinjaman online (pinjol) illegal.
“Bantuan dan dukungan media massa untuk memberikan edukasi dan literasi sangat dibutuhkan agar masyarakat jangan lagi terjerat oleh pinjol illegal,” ungkap Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah, Sumarjono, dalam acara Press Exposure: JurnalisPreneur Semarang #1 bertajuk Literasi Keuangan Digital untuk Media : Trik & Tips Edukasi Masyarakat tentang Bahaya dan Dampak Pinjol Ilegal, Rabu (13/11/2024).
Kegiatan diikuti 20 orang peserta yang seluruhnya wartawan dari berbagai media massa.
Dalam acara yang digelar JurnalisPreneur berkolaborasi dengan salah satu Bank BUMD, Sumarjono menjelaskan bahwa sampai dengan triwulan III-2024, Kantor OJK Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan 141 kegiatan edukasi dengan lebih dari 45 ribu peserta.
Sumarjono menegaskan, dalam setiap kegiatan edukasi yang dilakukan, selalu disisipkan materi tentang bijak menggunakan pinjaman online.
Kegiatan edukasi tersebut, lanjut Sumarjono, sangat berdampak positif pada penurunan jumlah pengaduan terkait dengan pinjaman online.
Jumlah pengaduan pinjaman online legal di Kantor OJK Provinsi Jawa Tengah s.d. triwulan III-2024 sebanyak 137 pengaduan atau turun 39% (yoy) dibandingkan triwulan III-2023.
Dari survey yang dilakukan OJK, kata dia, para pengguna pinjol illegal didominasi usia 18-35 tahun, yang ternyata meminjam bukan untuk kegiatan usaha produktif, melainkan kepada kegiatan konsumtif, yakni membeli perangkat elektronik ataupun fashion.
“Jadi, anak-anak muda ini meminjam hanya untuk memenuhi keinginannya, bukan kebutuhannya, tanpa mereka sadari, telah terjerat pinjol illegal,” ujarnya.
Pihaknya juga meminta masyarakat untuk hati-hati dan mewaspadai pinjol illegal. Masyarakat harus mampu membedakan mana pinjol yang legal dan yang illegal.
Untuk Pinjol legal, OJK memberi syarat tegas bagi kreditur untuk mengakses 3 item kepada calon debitur, yakni Camera untuk face recognition dan video call untuk memastikan data yang disampaikan sesuai orang yang mengajukan.
Kedua, microfon untuk wawancara, dan ketiga location, untuk menentukan dimana calon debitur berada atau sering disebut dengan Camilan. “Kalau ada Pinjol yang minta selain 3 item itu sudah pasti illegal,” tegasnya.
Sementara itu, Ananto Pradono, Jurnalis Senior Suara Merdeka memberikan tips bagi media bagaimana mengedukasi pembaca melalui pemberitaannya terkait pinjol illegal.
“Wartawan harus mengikuti kasus-kasus terbaru dan menyadarkan pembaca akan adanya risiko pinjol. Pembaca harus diedukasi apa saja perbedaan pinjol illegal dan legal, serta cara mengetahuinya. Ingatkan dampak negatif pinjol illegal dan manfaatkan berbagai teknik penyajian supaya menarik orang untuk membaca berita yang kita sampaikan,” papar Ananto.
Menurut Ananto, maraknya kasus pinjol illegal yang menjerat banyak korban diakibatkan kemudahan mengakses berbagai hal melalui gadget.
“Kemudahan akses melalui teknologi smartphone dan akses internet itu dimanfaatkan oleh pengelola pinjol illegal untuk mengeruk keuntungan besar dari masyarakat, tanpa disadari masyarakat justru terjerat pada pinjol illegal yang bunganya sangat tidak wajar tersebut,” tegasnya. (*)