in

Kudus dan 5 Daerah di Jateng Tak Patuh Standar Pelayanan Publik

SEMARANG – Ada enam daerah di Jateng masuk dalam zona kuning tingkat Kepatuhan Terhadap Standar Pelayanan Publik. Yakni Kabupaten Batang, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kudus, Kabupaten Temanggung, Kota Salatiga dan Kota Surakarta. Daerah tersebut dinilai belum memenuhi standar pelayanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pelayanan Publik.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Ombudsman Perwakilan Jateng, Sabarudin Hulu menjelaskan, Hasil tersebut berdasarkan pengambilan data terhadap 14 bidang pelayanan di pemerintahan daerah dalam kurun waktu Mei-Juli 2017.
“Pada tahun 2017, Ombudsman tidak lagi menilai entitas penyelenggara pelayanan publik yang sebelumnya telah masuk dalam zona hijau. Di Jateng, penilaian terfokus pada pemerintah daerah dan instansi vertikal yang sebelumnya masih berada dalam zona kuning,” terangnya, Jumat (8/12/2017).

Penilaian diklasifikasi menggunakan traffic light system yakni zona merah, zona kuning dan zona hijau. Klasifikasi warna ini menunjukkan tingkat kepatuhan penyelenggara layanan terhadap standar pelayanan dari rendah hingga tinggi. “Yang menjadi objek penilaian masuk dalam zona kuning. Kabupaten Batang, Kudus, dan Temanggung menurun nilai kepatuhannya. Sementara Kabupaten Banyumas, Kota Surakarta dan Kota Salatiga mengalami peningkatan nilai, meskipun masih dalam zona kuning,” terangnya.

Pihaknya pun meneliti dan menilai komponen standar pelayanan publik dalam sejumlah produk layanan pada setiap bidang. Bidang Pelayanan yang menjadi objek penilaian meliputi Bidang Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil, Bidang Kesehatan, Bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Bidang Sosial, Bidang Penanaman Modal, Bidang Pendidikan, Bidang Perdagangan, Bidang Perhubungan, Bidang Perindustrian, Bidang Pertanian, Bidang Tenaga Kerja, Bidang Lingkungan Hidup, dan Bidang Pariwisata.

Indikator penilaian berfokus pada atribut standar layanan yang wajib disediakan pada setiap unit pelayanan publik sesuai Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Atribut ini seperti standing banner, brosur, booklet, pamflet, media elektronik, dan sebagainya yang terpasang dan terlihat di ruang pelayanan sebagai transparansi informasi pelayanan bagi masyarakat.

Menurut Sabarudin, atribut Standar Pelayanan memudahkan masyarakat luas dalam mengakses dan mendapatkan pelayanan. Ketidaktersediaan atribut Standar Pelayanan berpotensi menimbulkan maladministrasi yang juga dapat menjurus kepada praktik korupsi.
“Dari hasil survei kami, komponen standar pelayanan publik yang paling sering dilanggar terutama berkaitan dengan hak kelompok disabilitas mendapatkan akses dan fasilitas yang mudah dan layak, serta hak pengguna layanan untuk menilai penyelenggara layanan melalui alat pengukuran kepuasan pelanggan,” tegasnya. (ajie mh)
Editor: Ismu Puruhito