in

Konsinyasi Tidak Berarti Merampas Hak Atas Tanah

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pembebasan beberapa bidang lahan tanah milik warga Tambaklorok Semarang saat ini dilakukan melalui konsinyasi di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang telah menitipkan uang pembebasan lahan ke PN Semarang. Pembayaran pembebasan lahan tersebut saat ini sepenuhnya menjadi kewenangan PN Semarang. Sejauh ini, warga menolak dibayar karena menilai ganti rugi tersebut belum sesuai. Dengan adanya proses konsinyasi, keputusan berada di tangan pengadilan.

“Ya memang ada regulasi yang mengatur konsinyasi,” kata anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Suharsono, Sabtu (8/9/2018).

Konsinyasi atau ganti kerugian dari Pemkot dititipkan ke Pengadilan Negeri setempat. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 42 UU Nomor 2 Tahun 2012.

“Konsinyasi berlaku bagi warga yang menolak ganti kerugian sesuai hasil musyawarah. Konsinyasi tidak berarti merampas hak atas tanah. Jadi, membutuhkan pendekatan lebih lanjut dari panitia agar tidak menjadi kendala,” terangnya.

Apakah warga yang keberatan tidak bisa melakukan penawaran nilai ganti rugi dalam proses konsinyasi? “Apabila warga tetap keberatan dengan nilai ganti kerugian bisa disampaikan saat persidangan di pengadilan,” katanya.

Dia meminta agar semua pihak mendukung program pemerintah pusat tersebut. Sebab, Kampung Bahari adalah proyek strategis nasional sekaligus proyek percontohan untuk mengubah wilayah kumuh menjadi kawasan strategis. Tentu saja akan berdampak positif bagi perekonomian warga sekitarnya.

“Oleh karenanya, perlu kerjasama lebih intensif antar pemangku kewenangan untuk mengurai persoalan pembebasan beberapa lahan ini,” katanya.

Dalam APBD Perubahan 2018, kata dia, ada penambahan anggaran untuk pembebasan lahan Kampung Bahari Tambaklorok. Kontrak proyek Kampung Bahari tahap pertama ini telah habis pada Juli 2018 lalu. Proses pembangunan tersendat karena ada beberapa lahan belum dibebaskan.

Agar proyek tersebut tidak berhenti di tengah jalan, kontrak proyek Kampung Bahari telah dilakukan Adendum. “Mengenai Adendum kewenangan panitia pengadaan, yaitu ULP Kementerian Pekerjaan Umum,” katanya.

Salah satu tokoh Kampung Tambaklorok Semarang, Muhammad Rozikin, menyayangkan Pemkot melempar masalah pembebasan lahan beberapa warga ke PN Semarang.

“Masalah ini sebetulnya masalah ringan. Seharusnya tidak perlu dibawa ke pengadilan. Sebetulnya hanya miskomunikasi,” katanya.

Mengapa masalah pembebasan lahan ini berlarut-larut? Menurutnya, penyelesaian pembebasan lahan ini tidak ditangani secara intens oleh Pemkot Semarang. “Mereka cenderung kurang intens dalam berkomunikasi dengan warga secara keseluruhan. Pernahkah, semua unsur RT, RW, tokoh masyarakat, termasuk para warga yang terdampak diajak duduk santai dalam suasana akrab? Tidak pernah,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis