in

Kompaknya Ganjar dan Atikoh Budayakan Antikorupsi dan Gratifikasi; Makan Enak, Tidur Nyenyak

Atikoh yang juga Ketua Dekranasda Jateng mencontohkan, salah satu budaya antikorupsi dan gratifikasi yang dilakukan adalah saat kunjungan kerja. Misalnya, ketika menghadiri pameran UMKM.

SEMARANG (jatengtoday.com) – Istri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Siti Atikoh, mengungkapkan komitmen diri dan suaminya dalam membudayakan antikorupsi dan gratifikasi. Salah satunya dengan selalu membeli pemberian saat kunjungan kerja.

Hal itu diungkapkan Atikoh, dalam acara sosialisasi antikorupsi kepada Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jawa Tengah, di Gedung Inspektorat, Jalan Pemuda, Semarang, Kamis (10/11/2022).

“Sebagai pasangan dan keluarga pasti paham pendapatan dari pasangan kita itu berapa, ketika tiba-tiba bisa beli sesuatu yang lebih itu saatnya mengingatkan,” kata Ketua TP-PKK Jawa Tengah itu .

Atikoh menyebutkan, keluarga adalah benteng dan ujung tombak untuk pencegahan korupsi. Menurutnya, bicara pemberantasan korupsi maka keluarga ranahnya pencegahan.

“Kemudian pendidikan anak usia dini, anak-anak di rumah, juga dibudayakan antikorupsi. Jujur, menjunjung tinggi integritas. Kalau sudah jadi kebiasaan, pasti ketika kita di luar rumah pasti akan berusaha menjaga,” ujarnya.

Atikoh yang juga Ketua Dekranasda Jateng mencontohkan, salah satu budaya antikorupsi dan gratifikasi yang dilakukan adalah saat kunjungan kerja. Misalnya, ketika menghadiri pameran UMKM.

“Biasanya saya dikasih sesuatu, maka saya bilang maaf kalau saya nerima maka saya bayar. Tidak akan membawa barang cuma-cuma,” tegasnya.

Di sisi lain, lanjut Atikoh, cara itu sebagai wujud apresiasi dan ‘nglarisi’ produk dari UMKM itu sendiri.

“Saya dan Mas Ganjar sudah berkomitmen dari awal bahwa Insya Allah kita mewakafkan diri kita untuk masyarakat di Jawa Tengah. Maka hidup jadi enak dan nyenyak, karena tidak ada tuntutan hedonis,” katanya.

Gubernur Ganjar Pranowo mengapresiasi inisiatif Inspektorat Jawa Tengah menggandeng KPK dan menggelar sosialisasi itu. Menurutnya ini menarik karena targetnya Ibu-Ibu PKK yang kebanyakan juga penyelenggara negara.

“Sehingga harapan kita nantinya mereka akan bisa menjadi benteng di keluarganya untuk saling mengingatkan,” ucapnya.

Ganjar mengatakan, banyak sekali cara yang bisa dilakukan untuk mencegah korupsi dan gratifikasi. Salah satunya dengan segera melaporkan barang pemberian dari siapa pun.

“Atau barangkali dengan cara yang lain dengan metode yang lain, yaudah kalau anda mau dikasih sesuatu ya dibeli aja. Itu menurut saya cara yang paling bagus,” ujarnya yang juga Ketua Pembina TP-PKK Jateng.

Ganjar sendiri sejak menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah sejak tahun 2013 menerapkan budaya antikorupsi dan gratifikasi. Disinggung soal implementasinya, Ganjar mengaku hal ini menjadi salah satu kebanggaannya selama memimpin.

“Kawan-kawan melakukan dengan baik dan saya banggakan, dan mungkin tidak terlalu banyak orang perhatian pada itu,” katanya.

Dari hasil pantauannya lewat kontrol publik, Ganjar senang karena saat ini tidak banyak komplain terkait korupsi, gratifikasi dan istilah lainnya.

“Alhamdulillah sekarang sudah tidak terlalu banyak orang yang komplain itu, masih ada sih beberapa tempat. Kalaudi pemprov karena kewenangan saya, pasti saya sikat. Cepat,” tegasnya.

Sebagai informasi, beragam penghargaan antikorupsi diterima Jawa Tengah dari KPK. Saah satunya pada tahun 2020, menerima penghargaan dalam upaya pengelolaan LHKPN dan pengendalian gratifikasi terbaik. Jateng menjadi juara umum penghargaan antikorupsi dari KPK.

Sejak tahun 2015, Ganjar juga berhasil membawa Jateng mendapat penghargaan kepatuhan gratifikasi. Kemudian pada 2017, Jawa Tengah kembali menerima penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI sebagai Lembaga dengan Tingkat Kepatuhan Pelaporan Terbaik.

Data Inspektorat Provinsi Jateng selaku Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) mencatat, sejak 2018 ada 14 laporan dengan nilai Rp 61.100.000, di 2019 ada 19 laporan gratifikasi dengan nilai Rp 10.250.000 dan SGD 1.000, pada 2020 terdapat 11 laporan dengan nilai Rp 6.665.000. Sementara di 2021 ada 33 laporan dengan nilai Rp 18.357.300 dan hingga bulan Mei 2022 terdapat 20 laporan senilai Rp 27.516.000. (*)

Ajie MH.