in

Kisah Keluarga Jalani Isolasi Covid-19, Semua Kebutuhan Dicukupi Tetangga

SEMARANG (jatengtoday.com) – M Rikza Chamami tak menyangka Covid-19 menyerang dirinya dan keluarganya. Beruntung, dosen UIN Walisongo Semarang tersebut dikelilingi para tetangga yang memiliki kepedulian tinggi.

Rikza bercerita, dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19 oleh dokter bukanlah sesuatu yang mudah. Tapi itu harus ia terima karena fakta medis berdasarkan PCR sangat ilmiah.

Covid-19 bukan sebuah aib. Bukan juga sebuah celaan di depan masyarakat. Ketika dinyatakan positif, yang dilakukan Rikza pertama kali adalah menyampaikan informasi pada keluarga, teman, mitra kerja, dan masyarakat sekitar rumah tinggal.

Dia memahami, memberikan informasi tersebut sangat penting sebagai langkah tracing, siapa saja yang dalam 14 hari terakhir bersinggungan kuat. Ini dilakukan untuk memutus mata rantai penularan.

Pascapositif Covid-19 itu, Rikza menjalani isolasi di Rumah Dinas Wali Kota Semarang. “Masuk tempat isolasi butuh mental kuat. Saya berkumpul dengan puluhan orang yang semuanya positif,” ceritanya.

Namun, berkat dukungan banyak pihak, Rikza berhasil melewati masa-masa kritis, termasuk dari tekanan psikis.

Akhirnya, baru dua hari diisolasi, ia sudah dinyatakan negatif dan boleh pulang. Dengan catatan masih harus menjalani karantina mandiri di rumah selama 10 hari.

Keluarga Terpapar

Cobaan Rikza pun ternyata tidak berhenti di situ. Sehari setelah dinyatakan negatif, ia mendapat telepon dari Puskesmas Ngaliyan bahwa istri dan 3 anaknya positif Covid-19.

“Saat itu juga, nafas saya makin sesak dan kaget luar biasa. Hati bahagia karena sembuh, sisi lain istri dan anak harus mengalami apa yang saya rasakan,” keluhnya.

Rikza terkejut karena sebelumnya istri sudah di-rapid dan hasilnya non-reaktif. Meskipun istrinya memang bergejala Covid-19. Namun untuk anaknya tampak sehat dan bugar, hanya orang tanpa gejala (OTG).

Selepas keluarganya dinyatakan positif, dia meminta istri supaya segera mengabari Bu RT dan beberapa tetangga yang dekat.

“Ini semua kami lakukan agar semua tetangga paham kondisi kami. Kebetulan selain saya, di waktu yang bersamaan juga ada yang positif juga,” ucap Rikza.

Istri dan anaknya juga menjalani isolasi di Rumah Dinas Wali Kota. Pihak Puskesmas sudah memesankan 4 tempat tidur untuk keluarganya. Prosesnya sangat cepat walaupun kondisi saat itu hujan.

Istri mengabari sudah ada di ruang isolasi dan memastikan anak-anak tidak ada masalah. Sesuai dengan pengalamannya, pasien positif akan langsung di-swab pagi hari setelah senam.

Rikza berdoa dari rumah agar hasil swab anak dan istrinya negatif secara bersamaan. Sebab tidak bisa dibayangkan apabila ada yang masih positif dari empat keluarganya. Apalagi anak bungsu masih berusia 4 tahun.

Beruntungnya, hanya butuh waktu dua hari di rumah isolasi, istri dan 3 anak dinyatakan negatif dan boleh pulang ke rumah untuk sama-sama melakukan karantina mandiri.

“Malam itu kami sudah kumpul kembali berlima dalam kondisi semua negatif. Karantina mandiri kami jalani dengan disiplin, tidak keluar rumah sama sekali,” cerita Rikza.

Dukungan Tetangga

Bagaimana dengan kebutuhan makan keluarga Rikza selama karantina di rumah? Sebab, banyak kabar jika positif Covid-19 maka akan dikucilkan warga. Beruntungnya itu tidak mereka alami.

Sejak Rikza diisolasi di Rumah Dinas Wali Kota, keluarganya yang menahan diri di rumah ternyata kebanjiran pemberian dari tetangga.

Semua kebutuhan tersedia, mulai dari beras, bahan masakan mentah, bumbu, buah-buahan, roti, kurma, madu, roti basah, roti kering, habbatus sauda’, vitamin, obat-obatan, batu baterai remote, tempat semprotan disinfektan, disinfektan dan lain-lain.

“Itu semua dari tetangga. Saya ikut terenyuh dan menangis di tempat isolasi. Saya hanya bersyukur memiliki tetangga yang sangat baik,” ucap Rikza.

Begitu pula saat kondisi berbalik, di mana Rikza sembuh sementara istri dan anaknya malah terpapar. Rikza yang seorang diri karantina di rumah juga dipenuhi segala kebutuhannya oleh tetangga.

Rikza merasa tambah terharu dan bersyukur. Pagi jam 07.00 nasi, sayur, dan lauk-pauk sudah dicantolkan di gerbang rumah. Itu semua berasal dari kekompakan tetangga.

Support tetangga inilah yang menambah percepatan kesehatan Rikza sekeluarga.

Pembelajaran Hidup

Masa isolasi dan karantina mandiri sudah Rikza jalani dan kini ia bebas untuk beraktivitas kembali dalam kondisi sehat. Banyak hikmah dibalik itu, salah satunya membuat imun dan iman semakin kuat.

Iman harus seimbang dengan imun. Jika iman tidak kuat, otomatis imun menurun. Sedih, berontak, tidak terima kena Covid-19 kemudian berakibat nafsu makan menurun dan pasti tubuh makin lemah.

Dia menegaskan, hal itu tidak boleh terjadi pada orang yang kena Covid-19. “Harus kuat mentalnya dan harus semakin dekat dengan Allah SWT yang selalu membersamai dalam semua kondisi,” kata Rikza.

Menurutnya, memahami Covid-19 sama dengan memahami kesiapan untuk kematian. Saat terpapar, pilihannya hanya dua: hidup atau mati. Dan Rikza masih diberikan kesempatan untuk hidup sehingga ia harus hidup lebih baik lagi.

Disiplin protokol kesehatan menjadi kunci selamat dari Covid-19. Ada istilah 3M yang perlu dijaga ketat: mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker, dan menjaga jarak hindari kerumunan.

Sebab, virus ini ganas dan sangat cepat penularannya, tidak kenal waktu dan tidak kenal orang. Semuanya tergantung dari catatan takdir dan usaha untuk menangkalnya dengan baik.

Salah satu usaha lahiriah yang bisa dilakukan ya dengan disiplin protokol kesehatan. “Jangan pernah abai dengan itu, karena dampaknya sangat luar biasa,” pesan Rikza. (*)

 

editor: ricky fitriyanto 

 

Baihaqi Annizar