in

Jurnalis Perempuan Alami Tantangan Berat di Masa Pandemi

Dibutuhkan konsultan kesehatan mental bagi jurnalis perempuan.

Seorang perempuan membentangkan poster saat melakukan aksi unjuk rasa menyuarakan kesetaraan gender, perlawanan atas kekerasan seksual terhadap perempuan. (antara foto/hafidz mubarak)

JAKARTA (jatengtoday.com) – Forum Jurnalis Perempuan Indonesia menyampaikan para jurnalis perempuan mengalami tantangan yang cukup berat selama periode pandemi Covid-19.

“Tantangan jurnalis perempuan selama pandemi cukup berat. Selain harus menghadapi perubahan aktivitas jurnalistik yang signifikan juga rentan terpapar Covid-19,” kata Pengurus FJPI Pusat Divisi Diklat Lia Anggia Nasution di Jakarta, Sabtu (25/6/2022).

Menurut dia hasil survei dari total 150 orang responden yang disurvei FJPI menunjukkan sebanyak 33 persen para jurnalis perempuan terpapar Cobid-19.

Anggia dalam peluncuran survei FJPI dan webinar “Sharing Strategi dan Kondisi Jurnalis Perempuan di Masa Pandemi” itu menjelaskan tantangan jurnalis perempuan selama pandemi juga ditambah dengan beban ganda yang harus dipikul yakni sebagai jurnalis dan juga kewajiban mengurus rumah tangga.

“(Kemudian) rentan kekerasan hingga ancaman ekonomi sampai PHK yang terus menghantui akibat perusahaan media yang juga mengalami krisis. Beratnya beban mengakibatkan ada jurnalis perempuan yang mengalami stres/depresi,” ucapnya.

Kemudian, hasil survei dampak Covid-19 yang disurvei FJPI juga menunjukkan sebanyak 18 persen dari responden jurnalis perempuan menyatakan pandemi Covid-19 berdampak pada ekonomi, sebanyak 26 persen responden mengalami ruang gerak terbatas.

Berikutnya, sebanyak 10 persen responden mengaku sulit mengobservasi atau melakukan liputan mendalam, 15 persen responden mengatakan pandemi menyebabkan mereka harus beradaptasi dengan teknologi, 30 persen responden mengatakan kesulitan mengakses narasumber, informasi dan data, dan 6 persen mengalami beban psikologi.

“Dibutuhkan konsultan kesehatan mental bagi jurnalis perempuan, mungkin ada konsultan khusus atau bagaimana dari perusahaan media, atau mungkin bisa di ‘sharing’ bareng-bareng kalau misalnya perusahaan medianya belum mampu untuk menghadirkan konsultan kesehatan mental sendiri,” ujarnya. (ant)