in

Ini Penyebab Tutupnya Kafe-kafe di Kota Lama Semarang

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sebagian orang mungkin mengira membuka bisnis di Kota Lama Semarang mudah dan prospeknya bagus. Namun, faktanya tidak semenarik itu.

Memang harus diakui, Kota Lama Semarang ramai dikunjungi wisatawan usai direvitalisasi. Bangunan-bangunan tua bergaya Eropa berikut lingkungannya kian rapi dan memanjakan mata.

Apalagi sejak Agustus 2020 lalu, tempat yang pernah menjadi pusat perdagangan pada abad ke-18 sampai 19 tersebut resmi ditetapkan sebagai bagian dari Kawasan Cagar Budaya Nasional.

Namun siapa sangka, di balik gegap gempita Kota Lama Semarang sebagai destinasi wisata andalan, ternyata ada yang terseok-seok mengoperasikan bisnisnya. Tak seperti yang dibayangkan.

Banyak pelaku usaha di kawasan tersebut yang memilih menutup usahanya. Entah tutup permanen atau tutup sementara.

Ditilik dari segi jenisnya, bisnis yang turup terbilang beragam. Mulai dari usaha berupa retail modern, restoran, hingga kafe. Paling mendominasi adalah kafe.

Berdasarkan penelusuran, setidaknya ada lima kafe di Kota Lama Semarang yang baru-baru ini tutup.

Yakni Phitoe Coffee & Beer berlokasi di Jalan Gelatik; Vercoffee di depan Taman Garuda; Noeri’s Cafe di Jalan Nuri; Kopi Kirinaja di Jalan Branjangan; serta Filosofi Kopi Kota Lama di Jalan Letjen Suprapto.

Prihatin

Asosiasi Masyarakat Mbangun Oudestadt (AMBO) sebagai forum komunikasi warga Kota Lama turut merespon fenomena tutupnya berbagai sektor usaha.

Sekretaris AMBO Jessie Setiawati mengaku prihatin. Padahal, katanya, keberadaan lini bisnis seperti kafe membantu menghidupkan kawasan Kota Lama yang dulu sempat memiliki kesan seram.

“Sedih kalau ada tetangga yang tutup. Serasa kehilangan teman yang sama-sama berjuang menghidupkan Kota Lama. Dampaknya sekarang beberapa titik jadi gelap lagi,” ucapnya, Selasa (8/6/2021).

Jessie sendiri tidak tahu pasti alasan tutupnya usaha tersebut. Hanya saja dia sempat dicurhati beberapa pelaku usaha yang mengeluhkan penurunan pendapatan.

“Tahunya yang sempet cerita terkait omsetnya nggak nutup, belum bisa sesuai target,” ujarnya.

Penurunan omset ini bisa disebabkan beberapa hal. Di antaranya proses revitasisasi Kota Lama yang tak kunjung selesai. Sebab, pembangunan ini biasanya disertai penutupan akses dan pembatasan jam operasional.

Pembangunan yang saat ini masih berlangsung adalah perbaikan jalan. Serta pengerjaan proyek kabel bawah tanah (ducting) supaya kabelnya tidak semrawut di atas gedung bersejarah.

Terdampak Pandemi

Menurut Jessie, faktor lain yang menyebabkan tutupnya usaha adalah pandemi Covid-19. Dia yang juga mengelola kafe Tekodeko Koffiehuis di Jalan Letjen Suprapto merasakan betul dampak pandemi.

Sebagai upaya pencegahan penularan virus, pemerintah setempat memberlakukan aturan pembatasan jam malam di kawasan Kota Lama.

Pembatasan dilakukan dengan mengerahkan aparat untuk yustisi dan menutup jalan.

“Karena corona, kalau pengunjung membludak, Jalan Letjen Suprapto (jalan utama di Kota Lama) akan ditutup. Beberapa minggu lalu, saat weekend bisa jam 07.30 sudah ditutup,” ungkap Jessie.

Dia berharap agar kebijakan seperti penutupan jalan diputuskan secara bijak dan dikomunikasikan dengan jelas kepada warga.

Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro Prof Dr FX Sugiyanto tampaknya mengamini spekulasi Jessie yang kedua. Bahwa penyebab penutupan tempat usaha di Kota Lama karena Covid-19.

Dia kurang sepakat jika menunjuk pembangunan yang tak kunjung selesai jadi biang keroknya. Karena pembangunan ini harus dilihat sebagai upaya mempersiapkan masa depan.

“Pembangunan ini bukan hanya untuk saat ini tapi jadi kebutuhan jangka panjang,” paparnya saat dihubungi, Senin (7/6/2021).

Pentingnya Prokes

Prof Sugiyanto melihat prospek bisnis di Kota Lama sangat menggiurkan. Apalagi jika nantinya sudah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia, otomatis wisatawan mancanegara bakal semakin banyak.

Menurutnya, wajar jika saat ini pelaku usaha sedikit kelabakan. Sebab, konsumen belum mempunyai cukup keberanian untuk keluar rumah karena potensi tertular virus tinggi.

Masih banyak masyarakat yang memilih di rumah dulu, menunda berwisata. Hal itulah yang membuat aktifitas tempat usaha terhambat.

“Artinya, faktor pandemi menjadi pemicunya, sehingga berujung tutup,” terka Sugiyanto.

Kemudian, faktor persaingan bisnis juga berperan. Dalam kondisi serba sulit, hanya kafe yang mempunyai strategi dan spesifikasi tertentu yang masih bisa eksis.

“Jadi ada persaingan, biasanya kafe-kafe yang mempunyai keunggulan saja yang mampu bertahan,” imbuh Sugiyanto.

Guru Besar Ilmu Ekonomi tersebut tak bisa memprediksi kapan kondisi akan kembali normal. Nyatanya, sampai sekarang belum ditemukan obat agar tidak tertular Covid-19.

Menurut dia, yang bisa dilakukan hanyalah berupaya memutus mata rantai penularan Covid-19. Baik pelaku usaha maupun masyarakat harus komitmen menerapkan protokol kesehatan (prokes).

Jika ditempat umum, prokes bisa dilakukan dengan cara selalu memakai masker dengan benar, menjaga kebersihan tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. (*)

 

editor: ricky fitriyanto