SEMARANG (jatengtoday.com) – Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Hanif Dhakiri menyesalkan sikap Pemerintah Arab Saudi yang kembali mengeksekusi mati salah satu Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Tuti Tursilawati. TKI asal Majalengka, Jawa Barat itu dieksekusi tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Republik Indonesia.
Tuti dieksekusi mati pada Senin, 29 Oktober 2018 lalu di Kota Thaif, Arab Saudi atas tuduhan membunuh ayah majikannya, Suud Mulhaq AI-Utaibi. Hanif mengaku tidak bisa meringankan hukuman tersebut. Apalagi membebaskan vonis eksekusi mati.
“Kami menyesalkan, bahwa negara Arab Saudi tidak terikat dengan kewajiban memberikan ratifikasi secara internasional,” kata Hanif usai Penyerahan 1000 Sertifikat Kompetensi 2018 di Auditorium Balai Besar Pelatihan Lapangan Kerja (BBPLK) Kota Semarang, Selasa (13/11/2018).
Hanif berharap masalah seperti itu bisa diselesaikan dengan baik dan tidak kembali terjadi di kemudian hari. Hal yang menjadi persoalan, proses pengampunan di Arab Saudi diberikan jika ahli waris korban bisa memaafkan. Dalam kasus ini, pihak ahli waris tidak menerima permohonan maaf.
“Hukuman mati bisa mendapat pengampunan apabila pihak keluarga atau ahli waris korban memaafkan. Negara, tentu bisa kami lobi, tetapi ketika keluarga tidak memberikan pengampunan, maka tetap tidak akan diberikan (pengampunan eksekusi mati),” terangnya.
Namun demikian, pihaknya menegaskan akan konsisten melakukan pendampingan TKW maupun TKI yang menghadapi permasalahan hukum di negara lain. Baik pendampingan hukum maupun non hukum. Dalam kasud Tuti, pihaknya bersama Kementerian Luar Negeri telah melayangkan protes ke Arab Saudi.
“Pendampingan terhadap TKI yang memiliki masalah itu penting. Semua langkah-langkah dilakukan pemerintah. Baik jalur resmi, diplomatik maupun jalur tidak resmi. (Protes) itu hak kita dan tentu pemerintah melakukan itu. Tapi di sisi lain, kita harus menghormati proses hukum di sana,” bebernya.
Seperti diketahui sebelumnya, Tuti Tursilawati ditangkap oleh Kepolisian Saudi atas tuduhan membunuh ayah majikannya, warga negara Saudi atas nama Suud Mulhaq AI-Utaibi pada 12 Mei 2010.
Kronologi sebagaimana dikutip dari laman Serikat Buruh Migran Indonesia, Tuti Tursilawati ditangkap sehari setelah peristiwa pembunuhan yang terjadi pada 11 Mei 2010. Dia diketahui telah bekerja selama 8 bulan dengan sisa gaji tak dibayar selama 6 bulan. Setelah membunuh korban, Tuti kemudian kabur ke Kota Makkah dengan membawa perhiasan dan uang SR 31,500 milik majikannya. Namun, dalam perjalanan kabur ke Kota Makkah, dia diperkosa 9 pemuda Saudi dan mengambil semua barang hasil curiannya.
Sembilan pemuda tersebut kemudian ditangkap dan telah dihukum sesuai dengan ketentuan hukum Arab Saudi. Sejak ditangkap dan ditahan oleh pihak Kepolisian, KJRI Jeddah melalui satgasnya di Thaif, Said Barawwas, telah memberikan pendampingan dalam proses investigasi awal di kepolisian dan investigasi lanjutan di Badan Investigasi.
Selama proses investigasi, Tuti Tursilawati mengakui telah membunuh ayah majikan dengan alasan sering mendapatkan pelecehan seksual. Kasus Tuti sudah ditetapkan pengadilan pada 2011. Namun, pemerintah terus melakukan upaya untuk meringankan hukuman tersebut.
Upaya yang dilakukan antara lain pendampingan kekonsuleran sejak 2011-2018, tiga kali penunjukan pengacara, tiga kali permohonan banding, dua kali permohonan Peninjauan Kembali (PK), dua kali mengirimkan surat Presiden kepada Raja Saudi, serta berbagai upaya non-litigasi. Pemerintah juga sudah memfasilitasi kunjungan keluarga sebanyak 3 kali, yaitu pada 2014, 2016, dan April 2018. (*)
editor : ricky fitriyanto