in

Eksplorasi Tanpa Nada, dari Distorsi Cadas Hingga Kejernihan Musik Kontemplasi

SEMARANG (jatengtoday.com) – Grup musik asal Semarang, Tanpanada meluncurkan karya baru berjudul “Bertapa” pada 26 Juni 2018. Kelompok musik yang berdiri pada 2009 tersebut selama ini banyak melakukan eksplorasi musik dan sastra puisi.

Karya berjudul “Bertapa” meramu irama musik dan lantunan. Dengan kecepatan 166 beats per minute dan titian 4 menit 38 detik, mengeksplorasi bunyi-bunyi misterius dan gaya bahasa puisi yang terbilang abstrak.

Karya ini hadir setelah sebelumnya meluncurkan album secara daring pada 10 Desember 2017 bertajuk Diorama Kakofoni oleh label Sejahtera Idea Production.

Kelompok yang digawangi Erick (vokal), Fajar “Cepot” Leksono (vokal), Aristyakuver (etnik), Lutfi Firmansyah (Gitar/Vokal), Adi “Kempul” Prasetyo (gitar), Samid (bass), dan Lazuardy “Ambon” Inu (drum), memperlakukan puisi dalam konteks lirik.

“Bagi kami, nada merupakan aliran, yang muncul dari setiap kata dengan bentuk suaranya. Kuncup tersebut kemudian merekah dan kami tangkap sebagai irama. Muncul kolaborasi dari kata, bunyi, hingga olah digital,” kata salah satu personel Tanpanada, Aristyakuver, Rabu (27/6).

Dikatakannya, hasil olahan musik tersebut dirangkai di Studio Musik 4WD, Jalan Soekarno-Hatta, Pedurungan, Semarang. “Kami percayakan cita rasa tata suara Sound Engineer, Hamzah Kusbiyanto, yang menangani album kami,” katanya.

Di karya-karya terdahulu, musik mereka dikenal kental distori serta teriakan cadas. Tetapi kali ini mereka memilih memasukkan suara akustik di bagian awal lagunya. “Kami anggap akustik merupakan kejernihan. Alat tiup dari Jepang, Shakuhachi melengkapinya. Seruling itu, dalam konsepnya, mempunyai lantunan yang bersinergi dengan air. Aliran yang jernih,” kata Aris.

Sedangkan memasuki menit 2.05, alat musik tradisional bernama Karinding khas Jawa Barat dan Genggong khas Bali menjadi latar deklamasi puisi. Alat musik tradisi persawahan ini membentuk ruang kontemplasi yang dalam. “Lagu Bertapa bagi kami mewakili proses kontemplasi dalam kejernihan diri. Seperti sebuah perjalanan yang tidak pernah berhenti. Mulai lahir, tua, hingga mati,” katanya.

Mengenai pesan apa yang hendak disampaikan, Aris mempersilahkan setiap penikmat karya untuk menyelaminya. “Tentu, kami tidak berusaha mengikat kesimpulan. Sebab, setiap penikmat karya memiliki telaah di ruang pribadi. Termasuk melawan pola pikir yang sudah kami simpulkan di masing-masing benak kami,” katanya.

Sedangkan penggarapan video klip, ditangan Tri Setio Anggoro (@anggagemb) dan Panji Rochmat Aprizal (@julpanji), lagu “Bertapa” memiliki cerita berbeda. Video klip menampilkan aktor Kidung Paramadita dan Aristya Kusuma Verdana. Pembuatannya dilakukan di beberapa tempat yakni di Hutan Tinjomoyo, Kota Lama, dan Taman Budaya Raden Saleh.

“Memang membawa konsep warna hitam dan putih. Kami mencoba menampilkan gerak tubuh berselaras dengan alunan alam. Manusia, hidup di realitas dalam dirinya dan di luar dirinya. Alam, sosial, serta budaya. Kesadaran untuk hidup agar lebih hidup,” katanya. (abdul mughis)

editor : ricky fitriyanto