SEMARANG (jatengtoday.com) – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang belakangan ini cukup menyita perhatian masyarakat. Selama Januari hingga Februari 2019, tercatat sebanyak 122 orang terkena virus nyamuk Aedes Aegypti yang mematikan itu.
Pasalnya, dari jumlah tersebut 3 pasien diantaranya meninggal. Ini menjadi perhatian bersama karena ternyata belum sepenuhnya program pemberantasan jentik nyamuk berjalan maksimal.
Bahkan perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti ini terbilang sangat cepat, yakni satu nyamuk bisa bertelur 800 dalam seminggu.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang menilai permasalah DBD ini cukup serius untuk segera ditangani. “Kami siap mendukung anggaran untuk penanganan demam berdarah di Kota Semarang,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Wiwin Subiyono, Minggu (3/3/2019).
Dikatakannya, penyebaran penyakit DBD harus segera mendapatkan penanganan bersama. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat untuk memiliki kesadaran dan kepedulian lingkungan.
“Jangan sampai DBD ini mewabah, maka penyebarannya harus bisa dieliminasi. Sehingga penderita DBD dapat ditekan,” katanya.
Dikatakannya, Semarang sebetulnya bukan lagi menjadi kota dengan rangking tinggi terkait penderita DBD. Tetapi penyebarannya tidak bisa dianggap enteng. “Harus dilakukan antisipasi sejak dini agar penderita DBD tidak bertambah. Beberapa tahun lalu, Semarang masuk dua besar penderita DBD di Jateng. Tentu ini membuat kami prihatin, maka kami mendukung upaya pemkot mengatasi masalah ini,” katanya.
Menurutnya, penanganan dari berbagai lini perlu dilakukan. Pihaknya menegaskan siap mendukung proses penganggaran meski dengan anggaran cukup besar.
“Anggaran tersebut tidak hanya untuk kegiatan pengobatan penderita DBD, namun juga kegiatan preventif dan promotif kesehatan,” katanya.
Tingginya penderita di Kota Semarang beberapa tahun lalu, kata Wiwin, cukup menyita perhatian publik. “Hal ini bisa dilihat dari banyaknya pasien DB yang dirawat di rumah sakit. Bahkan karena jumlah yang tinggi mereka ada yang dirawat di lorong rumah sakit karena keterbatasan kamar rawat inap. Tentu kami tidak ingin hal itu terjadi,” katanya.
Maka pihaknya mendorong anggaran yang cukup serta mengesahkan raperda tentang pemberantasan DBD. “Hasilnya saat ini sudah cukup terasa. Meski jumlah penderita masih ada, namun Kota Semarang tidak lagi masuk dalam dua besar jumlah penderita DB, namun ada di posisi 15,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang P2 Dinkes Kota Semarang, Mada Gautama Soebowo, mengatakan pihaknya saat ini telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan penanganan demam berdarah ini. “Selain melakukan kegiatan sosialisasi, kami juga selalu mengajak puskesmas bersama tenaga survailens kesehatan atau gasurkes untuk bersama-sama memantau perkembangan penyakit tersebut,” terangnya.
Lebih lanjut, kata dia, hal paling penting adalah menggerakkan masyarakat untuk terus melakukan pemantauan penyebaran jentik nyamuk di setiap rumah warga. “Penanganan paling efektif saat ini dengan cara menggalakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan melibatkan warga,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Widoyono mengakui perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti sangat cepat, yakni nyamuk dewasa dapat bertelur hingga 800 dalam seminggu. Selama ini metode fogging dinilai kurang efektif membasmi nyamuk Aedes Aegypti. “Fogging hanya dapat membunuh nyamuk dewasa. Padahal, setiap nyamuk mampu bertelur 800 setiap minggu,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto