in

Dampak Sistem Zonasi, Sejumlah Siswa Bernilai UN Rendah Terdaftar di Sekolah Favorit

SEMARANG (jatengtoday.com) – Anak ketiga Tri Yuniati diuntungkan dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Anaknya bisa diterima di SMAN hanya dengan Nilai Ujian Akhir Nasional (NUN) 17,85.

Beberapa kali, Tri berkunjung ke sejumlah sekolah swasta untuk mendaftarkan anaknya. Hal itu ia lakukan karena sadar, hanya sekolah swasta yang bisa menampung.

Meski harapannya membuncah saat mendengar PPDB tahun ajaran 2019 menggunakan sistem zonasi. Dengan sistem itu, Tri senang karena anaknya berpeluang besar masuk di salah satu SMAN di Semarang.

Apalagi, rumah Tri yang berada di Kecamatan Semarang Selatan hanya berjarak 1,3 km dari SMAN 3 Kota Semarang. Sekolah tersebut merupakan SMA favorit di Kota Lunpia itu dan dalam zonasi tahun ini, batasan zonasi SMAN 3 Semarang adalah 2,4 km.

“Senang sekali mendengar bahwa PPDB tahun ini menggunakan sistem zonasi. Jadi, anak saya mendapat kesempatan untuk sekolah di SMA negeri, bahkan rumah kami masuk dalam zonasi SMAN 3 Semarang yang jaraknya hanya 1,3 km,” kata Tri, saat ditemui di rumahnya, Senin (8/7/2019).

Diakuinya, nilai UN SMP anaknya sangat rendah. Meski begitu lanjut dia, nilai UN bukan patokan kepintaran. Banyak yang nilainya jeblok karena faktor nonteknis.

“Dengan sistem zonasi ini justru siswa seperti anak saya ini berkesempatan untuk berkembang,” jelasnya.

Menurut Tri, meski mendapat banyak penolakan, namun sistem zonasi menawarkan kesempatan bagi setiap anak bersekolah di lembaga pendidikan yang bagus.

Di sisi lain, nilai UN menurutnya tidak bisa jadi patokan pintar bodohnya siswa. Ia menyontohkan anaknya yang mengidap kelainan mata sehingga tidak bisa berlama-lama di depan komputer.

Tri yakin, meski anaknya masuk sekolah favorit dengan bekal nilai pas-pasan, namun tidak akan minder. “Saya optimis dia bisa bersaing dengan teman-teman lainnya,” ujarnya.

Saat ini, Tri mengatakan anaknya itu juga bersemangat mengembangkan prestasi nonakademik. Selama ini ia menggeluti pencak silat dan sudah mengikuti beberapa kejuaraan. Antara lain yakni juara dua Kejurkot Persinas ASAD Pencak Silat Kota Semarang pada 2018.

Meski pengumuman diterima dan tidaknya baru bisa diketahui pada Selasa (9/7/2019) pukul 23.59, Tri yakin, anaknya kemungkinan besar diterima di SMA negeri terkemuka. Di sekolah itu, ia berada di posisi aman dari kuota zonasi sebanyak 245 siswa.

Pengamat pendidikan yang juga Rektor Universitas Ivet Semarang Prof Rustono mengatakan, adanya siswa nilai UN yang rendah tetapi diterima di sekolah terkemuka karena zonasi, dari segi peraturan menurutnya harus diterima. Karena, konsekuensi sekolah unggulan, harus “ngopeni” anak yang lemah.

“Kalau dibersamakan akan tersisih. Di SMA N 1 Semarang akan menerapkan SKS untuk kelas baru. Guru harus bisa melayani siswa yang lemah dengan perlakuan khusus, atau individual, kalau medium masih bisa diangkat. Siswa yang kuat, harus ada tambahan pengayaan. Kalau dicampur, kasihan mereka,” ujarnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun setuju bahwa meski banyak penolakan namun tujuan sistem zonasi sangat bagus. Sistem ini meniscayakan setiap sekolah setara, tidak ada favorit-favoritan.

“Justru sistem ini membuat semua sekolah menjadi favorit, meskipun sebenarnya butuh waktu untuk mewujudkan cita-cita itu,” kata dia. (lhr)