in

Cerita dan Pesan Ibu Rumah Tangga di Semarang yang Hidup 8 Tahun Bersama HIV

SEMARANG (jatengtoday.com) – Namanya Asti Septiana. Orang-orang lebih mengenalnya dengan sapaan Asti Anwar. Ia adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Kota Semarang. Delapan tahun lalu, dokter memberitahu hasil tes lab bahwa dirinya terdeteksi virus HIV.

Asti mengaku mendapat virus itu dari sang suami yang mantan pemakai narkoba suntik. Ia yang tidak tahu menahu soal narkoba terpaksa harus berurusan dengan imbasnya; menjadi Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA).

Pada masa-masa awal, tentu terkejut mendapati kenyataan dirinya dan suaminya positif HIV. Namun, ada hal yang lebih mencemaskan Asti, yakni kondisi suaminya yang juga sedang berjuang melawan penyakit tubercolosis (TBC).

“Jadi saat itu malah saya fokus pada suami yang sedang dirawat. Apalagi anak masih kecil, dulu yang satu masih TK, satunya belum sekolah,” ucap Asti, Minggu (1/12/2019) sore.

Menurutnya, kalaupun kepikiran dengan HIV yang diderita, paling hanya pada seminggu pertama dan sekitar sebulan sekali. “Selebihnya nggak pernah saya jadikan beban. Tak anggap seperti penyakit biasa saja, yang memang perlu diobati,” imbuhnya.

Konflik sosial juga pernah ia khawatirkan. Dulu, suaminya melarang membuka status HIV kepada keluarga besar karena takut nanti jadi ribut. Tapi ternyata semua malah memberi dukungan dan dorongan untuk tetap semangat.

Sikap itu juga ditampilkan oleh tetangga dan teman-temannya. Asti menilai bahwa masyarakat di lingkungannya sudah cukup terbuka dan mempunyai pengetahuan lebih soal penyikapan ODHA. Sehingga tidak ada diskriminasi apapun.

Kalaupun ada stigma buruk di masyarakat, menurutnya, itu bukan karena seseorang punya penyakit HIV. Namun lebih karena seseorang itu sebelumnya mempunyai latar belakang sosial yang kurang baik.

“Jadi menurut saya, kembali lagi ke masing-masing orang. Tapi bukan berarti saya bilang bahwa diri saya baik,” ucap Asti.

Singkat cerita, setelah suaminya sembuh dari penyakit TBC, harapan baru kian tumbuh. Kini, keduanya hanya perlu menjalani terapi ARV, yakni obat bagi pasien HIV untuk menekan perkembangan virus agar tidak merusak tubuh.

“Tetap sehat bersama suami. Dengan terapi ARV teratur dan patuh. Alhamdulillah sekarang tidak ada infeksi baru, tidak ada infeksi ulang, Viral Load tidak terdekteksi. Dan raport kami berdua sudah seperti itu,” cerita Asti penuh semangat.

Asti justru mengaku menikmati hidupnya. Karena penyakit yang diderita, ia bisa mengenal lebih banyak teman. Dari mulai sesama ODHA, mengenal Wanita Pekerja Seks (WPS), Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender, mahasiswa, dokter, serta berbagai aktivis LSM.

Pengalaman yang didapatnya sejak 2011 hingga 2013 bahkan sudah ditulis ke dalam sebuah buku berjudul ‘Mashed Potatoes, Menikmati Hidup Tanpa Menyesalinya’. Saat ini, Asti sedang proses menyelesaikan buku keduanya.

Dia berharap agar HIV tidak lagi menjadi momok menyeramkan. “HIV bukan sesuatu yg eksklusif. Pasien HIV sama aja dengan pasien lain. Saya juga berharap pasien HIV mendapat kemudahan mengakses layanan terutama cek VL,” tegas Asti.

ODHA dan orang lain tampaknya perlu belajar dari kisah hidup Asti. Ancaman penyakit yang dialami tidak membuatnya terpuruk. “Saya menikmati 8 tahun bersama HIV, karena jadi banyak teman, tambah saudara, pengalaman menarik, dan asik,” tandasnya. (*)

 

editor : ricky fitriyanto

Baihaqi Annizar