Tridhatu: Eksperimen Bunyi yang Mengakar pada Budaya
Tridhatu adalah kelompok eksperimen bunyi dari Semarang, dibentuk tahun 2018 oleh Aristyakuver dan Andy Sueb. Mereka memadukan riset budaya, frekuensi suara, dan seni pertunjukan lintas disiplin.
Salah satu proyek besar mereka, Damalung Blueprint (2022–2023), menafsirkan kembali warisan budaya Gunung Merbabu melalui musik, riset arkeologi, lukisan, busana, dan film dokumenter.
Dalam Persinggahan Rihlah, Tridhatu membawa pendekatan bunyi yang memanfaatkan instrumen bunyi untuk menciptakan suasana yang meditatif dan menyentuh batin.
“Kolaborasi ini adalah pertemuan antara perjalanan spiritual Bisma dengan eksplorasi bunyi kami. Kami ingin menghadirkan resonansi yang menyentuh tubuh, jiwa, dan semesta,” kata Andy Sueb.
Dari Yogyakarta ke Semarang
Di Yogyakarta, Persinggahan Rihlah di Suara Dewandaru berlangsung intim. Bisma dan Tridhatu menampilkan musik yang mengalun di ruang temaram, diiringi aroma wewangian alami.
Pendengar duduk lesehan, mendengarkan album Rihlah secara utuh, lalu mengikuti sesi diskusi reflektif. Kehangatan interaksi dan kekuatan bunyi membuat banyak peserta merasa mendapatkan pengalaman personal yang langka.
Turut tampil dalam pentas tersebut adalah Tahta Manggala dengan seruling kayunya dan Sunyi Ruri dengan gitar akustik.
Semarang menjadi lanjutan perjalanan ini. Selain menghadirkan pertunjukan dan diskusi, penonton mendapatkan sapaan Rihlah: surat personal dari Bisma Karisma, Merchandise spesial kolaborasi RIHLAH x Jumbuh, Circle reflektif bersama Bisma & Tridhatu. Dibuka oleh grup musik asal Semarang, The Syams.
Pertunjukan di Semarang dibagi menjadi 3 sesi. Pertama dilakukan oleh Tridhatu. Dilanjutkan dengan kemunculan Bisma dari belakang penonton. Dia muncul dengan bunga sedap malam dalam genggamannya.
Dia mulai berdendang dan berjalan pelan menuju panggung. Alat musik karinding yang dibuat oleh maestro karinding, Abah Olot, dimainkannya. Dilanjutkan dengan memainkan handpan. Dia pentas bersama Tridhatu dalam kolaborasi.
Sesi ketiga, Tridhatu dan Bisma memainkan komposisi yang lebih intim. Penonton diajak menikmati alunan musik yang mendayu. Di tengah pertunjukan Bisma mengajak interaksi penonton.
Beberapa penonton diminta untuk mengungkapkan doa dan harapan pribadi. Orang yang telah mengungkapkan hal itu diberinya saru batang bunga sedap malam satu persatu. Diakhiri dengan mendendangkan kata, “Amin”. (*)