Kelompok eksperimen bunyi dari Kota Semarang bernama Tridhatu terlibat dalam sebuah proyek riset besar bertajuk Damalung Blueprint. Ini menjadi proyek kolaborasi kreatif yang melibatkan sejumlah seniman, peneliti sejarah, akademisi, perupa, penari dan lain-lain. Tidak main-main, produk riset ini menghasilkan karya album musik, buku, film dokumenter dan sejumlah karya seni lain.
Mereka menafsirkan ulang teks-teks kuno mengenai jejak panjang Gunung Merbabu ke dalam berbagai bentuk karya. Dari riset tersebut, Tridhatu yang digawangi personel utama, Andy Sueb dan Aristyakuver menghasilkan sebuah album musik yang diberi tajuk ‘Damalung Blueprint’, berisi 9 komposisi bunyi.
Mereka juga melakukan perjalanan panjang untuk menggelar pertunjukkan di 8 titik situs penting di sekitar Gunung Merbabu bersama para seniman, belum lama ini.
“Dalam proses menafsir, kami melakukan karantina selama lima hari, pada 6-10 November 2022, di Kedai Agrikultur Boloselo, Selopajang Timur, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang. Karantina tersebut menghasilkan 9 komposisi bunyi yang terkumpul dalam album musik,” kata Arisyakuver, Senin (9/1/2023).
Judul komposisi dalam album tersebut memiliki urutan, masing-masing; Hangruwat Hangrawat, Seperti Diiris-iris, O Hyang Luhur (feat. Ali Gardy), Ngadumalung (feat. Vajra Aoki), Suwuk Damalung (feat. Ki Endy Nugroho), Udan Wewe (feat. Putri Lestari dan Andi Meinl), Ung (feat. Openk Prabowo), Byegegeg, dan Ketika Itu Moksa (feat. Putu Ayu Candra Dewi).
Andy dan Aristyakuver menganggap, karantina ini menjadi “scriptorium” dalam proses menyalin dan memaknai ulang naskah-naskah kuno Gunung Merbabu ke dalam bentuk bunyi.
“Kami membuat komposisi bunyi berbasis riset dari lontar kuno Gunung Merbabu. Imajinasi kami seperti ditarik kembali ke masa lampau, sangat jauh. Menelusuri kembali jejak para leluhur, merangkai puzzle, menyelami kembali nilai-nilai luhur yang hampir hilang. Itu yang kami kerjakan,” katanya.
Selama karantina, lanjut Aris—sapaan akrabnya, proses belajar dilakukan dengan berdiskusi, menyelaraskan, meluaskan pikiran, menemukan kemungkinan-kemungkinan, mengendapkan lompatan.
“Tentu ini bukan hal mudah. Kami menikmati prosesnya. Damalung BluePrint ini menjadi kolaborasi lintas disiplin ilmu seni,” katanya.
Damalung adalah nama kuno Gunung Merbabu. Blueprint atau cetak biru secara harafiah adalah rencana yang terperinci, program tindakan, rencana program, rancangan yang dirumuskan.
“Damalung sebagai penanda bahwa proyek kreatif ini berlatar pengetahuan di Gunung Merbabu, dan Blueprint adalah sebagai komitmen untuk keteguhan mencipta karya. Gunung Merbabu pada masanya merupakan tempat berlangsungnya tradisi penulisan naskah atau skriptorium, yang dikenal dengan nama: Naskah Merapi-Merbabu,” terangnya.
BACA JUGA: Penemuan Prasasti di Desa Tajuk, Diduga Gambarkan Utuh Jawa Kuno
Damalung Blueprint, lanjut Aris, mencoba merekam dan melahirkan catatan-catatan penelitian ke dalam berbagai bentuk kegiatan yang bisa diakses oleh semua masyarakat, diskusi, seni pertunjukan, foto dan film dokumenter. “Saya kira percakapan-percakapan ketika kawan-kawan hadir di dalam pameran ini menjadi penting untuk meretas “jarak pengetahuan” soal Merbabu itu,” katanya.
Tidak hanya karya album musik, dalam proyek ini juga menghasilkan sebuah karta alat musik eksperimen, 8 lukisan, 2 setelan busana, buku program hasil riset, film dokumenter. Semuanya akan dipamerkan dalam puncak acara pada 14-16 Januari 2023 pukul 10.00–18.00 WIB di 1915 Arts Koffie Huis, Salatiga.
Project Manager Damalung Blueprint, Tries Supardi mengatakan, puncak acara akan digelar diskusi budaya, pameran lukisan, pemutaran film dokumenter, dan penyajian hasil riset Damalung Blueprint dengan narsumber Saras Dewi, Abimardha Kurniawan, Agus Noor, serta Pidato Kebudayaan oleh Bonnie Triyana.
“Tujuan proyek ini untuk merangsang kembalinya kebudayaan lama yang sudah hilang dan yang masih ada, dalam bentuk tertulis, untuk dapat dijadikan sebagai referensi untuk masa yang akan datang,” katanya.
Damalung Blueprint adalah proyek kreatif berbasis pengetahuan yang didukung dana abadi kebudayaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia bersama Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dalam program Dana Indonesiana 2022.
“Pada proyek kali ini, Merbabu kembali dibaca ulang, perubahan masyarakatnya selama empat abad memberikan catatan penting, Merbabu tidak sama seperti empat ratus tahun lalu. Ada ‘jarak’ pengetahuan yang disebabkan perubahan kebudayaan, perpindahan benda-benda cagar budaya hingga kebutuhan ruang domestik yang berubah,” ungkapnya.
Dalam project ini banyak pihak terlibat, di antaranya melibatkan Bonnie Triyana yang merupakan Pemimpin Redaksi Majalah Historia sebagai penulis catatan kuratorial, 4 Periset yakni Tri Subekso, Rendra Agusta, Akhriyadi Sofian, dan Dewi Wulansari.
Selain itu juga melibatkan empat penyanyi; dari Bali, Yogyakarta, Semarang yakni Putu Ayu Candra Dewi, Putri Lestari, Vajra Aoki, Openk Prabowo. Tiga Pemusik dari Situbondo, Bali, Semarang yakni Ali Gardy, Komang Pasek Wijaya dan Andi Meinl.
Ada 5 Penari dari Kabupaten Semarang, Kendal, Semarang, Banjarnegara masing-masing;Dewi Wulansari, Smara Kinanthi, Sanggar Nyi Pandansari, Chrysant Art Project, Titin Rasum), 3 Perupa dari Salatiga dan Semarang (Sabar Subadri, Bagus Panuntun, Popo Jimboyz).
Dalang Wayang Kulit (Ki Endy Wahyu Nugroho), Sineas Film Dokumenter dari Semarang dan Salatiga yang tergabung dalam Keane Films pimpinan Tatang A Riyadi, Stage Manager (Vikkir Rahman), Fashion Designer (Kidung Paramadita), Sound Designer dan Mixing-Mastering (Yanuar Gemby Kurniawan), Sound Engineer (Latif Karbala), Kru dari komunitas Karangjati Nyawiji.
Tim riset Damalung Blueprint dipimpin oleh Arkeolog bernama Tri Subekso. Lahir 22 September di Kota Semarang. Ia menempuh pendidikan S1 Jurusan Ilmu Sejarah, Universitas Diponegoro dan S2 Arkeologi Universitas Indonesia. Serta pernah mengikuti exchange programe pada Jurusan Dipartimento Asia Africa e Mediterranio, Universita Degli Studi di Napoli “L’Orientale”, Italia. (*)